Kamis, 19 Juni 2025
Menu

Ketua KSPSI Jumhur Bertemu Prabowo Bahas Isu Tenaga Kerja Hingga Sawit Ilegal

Redaksi
Ketua Umum Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (KSPSI) Pembaruan, Jumhur Hidayat dalam di Podcast Dialektika Madilog Forum di Forum Keadilan TV | Forum Keadilan TV
Ketua Umum Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (KSPSI) Pembaruan, Jumhur Hidayat dalam di Podcast Dialektika Madilog Forum di Forum Keadilan TV | Forum Keadilan TVKetua Umum Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (KSPSI) Pembaruan, Jumhur Hidayat dalam di Podcast Dialektika Madilog Forum di Forum Keadilan TV | Forum Keadilan TV
Bagikan:

FORUM KEADILAN – Ketua Umum Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (KSPSI) Pembaruan, Jumhur Hidayat mengungkapkan bahwa dalam pertemuannya dengan Presiden RI Prabowo Subianto yang berlangsung selama dua jam itu, dirinya membahas mengenai situasi politik global, ekonomi global, geopolitik.

“Termasuk baru kepada kebijakan-kebijakan Indonesia harus bagaimana merespon situasi dunia sekarang, karena saya tuh pikirannya logislah begitu dan intinya national interest itu nomor satu,” ungkap Ketua Umum Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (KSPSI) Pembaruan, Jumhur Hidayat dalam di Podcast Dialektika Madilog Forum di Forum Keadilan TV, pada Selasa, 3/12/2024.

Menurutnya, kepentingan nasional Indonesia harus menjadi nomor satu dan salah satu poin penting yang ditekankan adalah bagaimana industri-industri saat ini tumbuh dan bukan mengalami deindustrialisasi mengingat sumbangan industri kepada PDB sejak Orde baru (Orba) mengalami penurunan yang signifikan lebih dari 30 persen dan hanya memberikan sumbangan mencapai 18 persen saja.

“Artinya industri kita mengalami penurunan bahkan orang mungkin berubah jadi rensiker aja, jadi pedagang atau apa gitu, impor seenaknya bahkan lebih ekstrem penyelundupan juga begitu banyak gitu, nah ini yang membuat pak Prabowo marahlah dengan situasi itu gitu loh kalau saya tangkap, jadi,” jelasnya.

Sebagai orang non pemerintah, kata Jumhur, apa yang disampaikan merupakan sebagai interest dari sebuah konfederasi yang mewakili kepentingan buruh dan masyarakat.

Jumhur juga menyebut bahwa Prabowo membahas mengenai tenaga kerja dan mengatakan kepada Prabowo, isu tenaga kerja yang masih kesusahan dalam prosesnya berasal dari bawah.

“Urusan tenaga kerja itu ribut soal yang teknis dibawah ya, soal pengupahan dan sistem dan sebagainya, itu sebenarnya karena ada ketidakseimbangan pasar kerja di level bawah, kenapa, karena industri kita enggak tumbuh. Nah, industri enggak tumbuh penyebabnya bukan di situ, penyebabnya di hulu kebijakan nasional kita mau ngapain gitu. Nah, kalau kita membebek saja pada keinginan negara-negara lain untuk mengimpor barang-barang mereka,” tuturnya.

“Apalagi ada interest-interest tertentu baik pemimpin maupun para menteri misalnya disitu, yaudah kita jadi menjadi konsumen yang baik dari pasar-pasar luar negeri, padahal kita mampu membuat produk-produk itu misal, belum lagi mereka punya anti dumping, apa program damping kemudian kelebihan produksi, jadi bisa jual murah plus lagi penyelundupan itu luar biasa,” imbuhnya.

Jika hal ini terjadi, lanjut Jumhur, industri Tanah Air tidak akan mengalami perkembangan sehingga mengakibatkan over supply tenaga kerja yang sudah mempunyai isu tersendiri.

“Inti kan gini gerakan buruh itu tidak mau mematikan industri, itu yang salah. Jadi gerakan buruh itu justru ingin industri bangkit, dan kalau industri bangkit interestnya ketemu dong sama pengusaha, ketemu sama pemerintah kan. Jadi sebenarnya itu Indonesia incorporated lah istilahnya. Indonesia incorporated itu bangkit bersama gitu loh, nah yang jahat itu kalau udah bangkit kaya raya tetap menindas buruh gitu, nah itu jahat.” tegasnya.

Ia menilai bahwa pihak pengusaha pun juga mengalami permasalahan seperti biaya logistik yang mahal, bunga bank, pungutan liar (pungli) hingga mengakibatkan pengusaha harus mengimpor barang.

“Nah, kalau kita dalam situasi seperti itu, ya udah kita cuma ribut diantara kita yang enggak ada solusinya. Nah, solusinya ini memang di kelas presiden ya tentunya dengan menteri-menteri terkait ya dan presiden sangat memahami itu dan mau melaksanakan itu dengan,” katanya.

Di samping itu, Jumhur mengatakan bahwa Prabowo juga turut membahas mengenai isu sawit ilegal yang tidak diketahui dengan jelas siapa pemiliknya.

“Pak Prabowo ngomong soal ada sawit 3,3 juta hektar yang gak jelas pemiliknya, illegal lah gitu tapi barangnya ada. Itu kan saya bilang itu, dia yang beliau ngomong loh, gimana coba bayangin ada sawit illegal lah gitu tapi 3,3 juta hektar. Saya bilang, pak Presiden saya bilang satu hektar sawit itu bisa menghasilkan 6 sampai Rp 8 juta per bulan. Terus dia langsung hitung, nah dia langsung hitung, nah berarti 3,3 juta hektar dikali 6 juta saja yang paling itu 20 triliun coba,” jelasnya.

“Dia ngitung langsung berarti setahun 240 triliun. 240 triliun dan waktu itu gak tahu siapa yang punya, yang punya ada tentunya orang yang mencoleng itu. Wah dia kelihatan sangat kecewa dengan keadaan itu tapi saya bilang lagi, pak Presiden, saya bilang dalam undang-undang cipta kerja ada pasal yang boleh memutihkan itu, dengan denda seupil. Uh lebih heboh lagi dia, jadi sekarang di undang-undang cipta kerja itu ada,” sambungnya.

Dia menjelaskan kepada Prabowo pada saat itu bahwa itu semua dapat diserahkan kepada PTP, PTPN atau Koperasi.

“Kalau bisa koperasi lebih bagus pekerja disitu langsung koperasi, jadi tapi yang kira-kira begitulah jangan lagi diputihkan. Dia sudah menikmati ya seluruhnya ya, itu bisa kalau dia sudah beroperasi 10 tahun nanti sudah 2000 triliun itu, hahaha, loh itu enggak kemana tahu gila juga, dan itu masih bisa 20 tahun lagi karena sawit kan bisa 30 tahun, 25 30 tahun. Nah, sekarang malah idenya mau diputihkan, pemerintah sebelumnya,” ujarnya.

“Sekarang saya mengingatkan kepada pak Prabowo gitu, jadi ya ngerilah pokoknya gitu. Terus kekayaan alam dan sebagainya juga itu menjadi catatan betul dia, kan memang apa kita bukan negara yang intervensionis lah, serba negara tidak, niolit juga bukan kan gitu. Tapi negara perlu hadir tentu dalam mengelola kekayaan kan gitu, kalau kekayaan negara ya yang mengelola utamanya negara dong, kekayaan negara ya.” pungkasnya.*