Kamis, 19 Juni 2025
Menu

Kontroversi Bambang Hero sebagai Ahli Kasus Korupsi PT Timah: Saya Malas Jawabnya

Redaksi
Ilustrasi palu hakim
Ilustrasi ketuk palu | ist
Bagikan:

FORUM KEADILAN – Sikap saksi ahli Bambang Hero dalam sidang dugaan korupsi tata niaga komoditas timah di wilayah Izin Usaha Pertambangan (IUP) PT Timah Tbk tahun 2015-2022 dengan terdakwa Helena Lim menuai kritik tajam.

Tidak hanya menggunakan metode perhitungan yang dinilai kurang jelas, Bambang juga memberikan jawaban yang dianggap tidak pantas saat persidangan.

Ketika hakim mempertanyakan metode perhitungan yang digunakan, khususnya terkait izin usaha pertambangan (IUP) yang tidak hanya milik PT Timah, Bambang Hero menjawab ‘malas’.

“Aduh, saya males jawabnya, Yang Mulia,” ujar Bambang dalam persidangan, Jumat, 15/11/2024.

Jawaban ini memicu keraguan terhadap keseriusan dan kredibilitasnya sebagai saksi ahli dalam kasus penting tersebut.

Metode Perhitungan Dipertanyakan

Bambang Hero diketahui menghitung kerugian negara Rp271 Triliun dari kasus dugaan korupsi timah dengan mencakup seluruh IUP di Pulau Bangka Belitung, bukan hanya IUP milik PT Timah yang menjadi pokok perkara.

Data yang dihitung mencakup luas galian tambang mencapai 88.900,462 hektare di seluruh wilayah tersebut. Pendekatan ini dinilai kurang relevan karena melibatkan izin tambang yang tidak terkait langsung dengan kasus PT Timah.

Selain itu, ia menggunakan citra satelit Citra Landsat 8/9 dan Sentinel-2 untuk periode 2015–2023 dalam analisisnya. Namun, kedua citra tersebut memiliki resolusi spasial 10 hingga 30 meter, yang dianggap tidak cukup akurat untuk perhitungan detil.

Resolusi ini tidak mampu membedakan antara bukaan tambang timah, perkebunan, atau permukiman. Akibatnya, hasil perhitungan dianggap kurang dapat dipertanggungjawabkan.

Tidak Ada Pemisahan IUP yang Relevan

Salah satu kelemahan signifikan dalam laporan Bambang Hero ialah tidak adanya pemisahan antara IUP milik PT Timah dan IUP lainnya. Kuasa hukum menyoroti bahwa laporan tersebut menyamaratakan semua izin usaha di Pulau Bangka Belitung tanpa pengelompokan yang jelas.

“Perhitungan kerugian negara ini seolah-olah membebankan tanggung jawab kepada semua pemilik IUP di Bangka Belitung, padahal hanya pihak tertentu yang relevan dengan kasus PT Timah,” ujar kuasa hukum.

Pendekatan ini dikhawatirkan menimbulkan ketidakadilan bagi pihak-pihak yang tidak terkait langsung dengan kasus ini. Selain itu, laporan yang tidak spesifik dan cenderung menyamaratakan dapat merugikan proses penegakan hukum secara keseluruhan.*