Pelanggaran Etik Meningkat, DKPP: Kondisi Penyelenggara Pemilu Tak Baik-baik Saja

FORUM KEADILAN – Anggota Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) Ratna Dewi Pettalolo menilai bahwa kondisi penyelenggara pemilihan umum (pemilu) dalam kondisi yang tidak baik-baik saja karena meningkatnya pelanggaran etik yang dilakukan sejumlah penyelenggara pemilu.
“Angka pengaduan di DKPP pada tahun 2024 sangat tinggi dan menunjukkan bahwa penyelenggara pemilu itu dalam kondisi tidak baik-baik saja, sehingga ini menjadi kewaspadaan kita,” katanya dalam konferensi pers Rapat Koordinasi Penyelenggara Pemilu di Hotel Grand Sahid Jaya, Jakarta Pusat, Selasa, 5/11/2024.
Menurut Dewi, apa yang menjadi basis argumentasinya ialah berdasarkan jumlah data pengaduan, pemeriksaan perkara dan data putusan berupa sanksi. Adapun sanksi yang dikeluarkan ialah berupa peringatan, peringatan keras terakhir sampai pemberhentian tetap.
Berdasarkan rekapitulasi penanganan perkara dugaan pelanggaran kode etik di tahun 2024, DKPP telah menerima sebanyak 581 aduan dugaan pelanggaran.
Dari 581 aduan yang masuk, sebanyak 376 aduan direhabilitisi dan hanya 274 perkara yang teregister, dengan rincian 155 perkara telah diputus dan 119 perkara sedang diperiksa.
Dari jumlah perkara yang telah diputus, sebanyak 233 perkara dijatuhi amar putusan teguran tertulis, tiga diberhentikan sementara dan 57 diberhentikan tetap.
“Ada sebesar 57 penyelenggara pemilu yang sudah diberhentikan dan angka ini membuat kami agak kaget karena kalau kita bandingkan dengan angka pemberhentian sebelumnya, ini kenaikannya cukup besar,” jelas Dewi.
Di antara 57 yang diberhentikan tetap, tiga di antaranya diberhentikan dari jabatan Ketua, salah satunya ialah eks Ketua KPU RI Hasyim Asy’ari yang diberhentikan karena tindak pidana asusila.
Pemberhentian ini disebabkan oleh beberapa hal, seperti tindakan perubahan hasil perolehan suara yang terjadi di beberapa daerah pada saat rekapitulasi, penyelenggara yang terbukti bagian dari partai politik dan perbuatan asusila.
Menurut Dewi, angka pemberhentian tetap terhadap penyelenggara pemilu meningkat drastis. Pada 2023, hanya ada 13 kasus yang diberhentikan tetap, sedangkan di tahun 2022 sebanyak 18 kasus.
“Ini menjadi warning untuk kita semua bahwa ternyata di Pemilu 2024 dengan angka pemberhentian yang tinggi dan sanksi yang lainnya, sehingga mereka perlu dilakukan penguatan dari sisi etik penyelenggara pemilu,” katanya.
Dewi berharap agar KPU Daerah tidak menyalahgunakan kekuasaan yang dimiliki yang dapat merugikan suara pemilih. Dewi menjelaskan bahwa tolok ukur keberhasilan dapat dilihat dari angka pelanggaran etik di Pilkada 2024.
“Kami berharap apa yang kami lakukan efektif untuk mengubah perilaku penyelenggara pemilu,” jelasnya.*
Laporan Syahrul Baihaqi