Aktivis WALHI Jabarkan Krisis Iklim di Bangka Belitung

Sidang lanjutan dugaan korupsi pengelolaan tata niaga komoditas timah di wilayah Izin Usaha Pertambangan (IUP) di PT Timah Tbk tahun 2015-2022, Kamis, 17/10/2024| Merinda Faradianti/ Forum Keadilan
Sidang lanjutan dugaan korupsi pengelolaan tata niaga komoditas timah di wilayah Izin Usaha Pertambangan (IUP) di PT Timah Tbk tahun 2015-2022, Kamis, 17/10/2024| Merinda Faradianti/ Forum Keadilan

FORUM KEADILAN – Direktur Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI) Bangka Belitung Ahmad Subhan Hafiz dihadirkan sebagai saksi dalam kasus dugaan korupsi tata niaga timah di wilayah Izin Usaha Pertambangan (IUP) PT Timah Tbk tahun 2015-2022.

Hafiz menjabarkan kondisi terkini Provinsi Bangka Belitung yang mengalami krisis iklim akibat aktivitas tambang timah.

Bacaan Lainnya

Hafiz menyebut, ada sekitar 167.000 hektare lahan kritis akibat aktivitas tambang di sana. Saat ini, pertambangan tak hanya masif dilakukan di kawasan hutan tetapi sudah masuk ke pesisir pantai.

“Di Bangka Belitung terjadi bencana ekologis, ini bukan faktor alam tapi kerusakan yang disebabkan aktivitas manusia. Bangka Belitung terancam banjir dan kekeringan,” katanya di Pengadilan Negeri Tindak Pidana Korupsi (PN Tipikor) Jakarta Pusat, Kamis, 17/10/2024.

Di tahun 2015-2021, ada sekitar 3000 hektare lahan kritis dan daerah aliran sungai (DAS) Bangka Belitung juga mengalami kerusakan masif. Kata Hafiz, ada lebih dari 200 sungai yang rusak karena praktik pertambangan.

“Di tahun 2022, ada 210.000 hektare lubang bekas tambang yang mengeluarkan radiasi dan menyebabkan hilangnya sumber air bersih. Zona penyangga di laut dan hutan habis karena ekspansi pertambangan ini,” jelasnya.

Beberapa pulau di Bangka Belitung, sebut Hafiz, juga sudah mengalami abrasi parah dan terancam tenggelam.

Ia mengaku kesulitan memitigasi krisis iklim tersebut, lantaran banyaknya lubang tambang yang menganga di sana.

“Kita sulit memitigasi krisis iklim ini karena lubang tambang ini banyak,” sebut Hafiz.

Melihat hal tersebut, WALHI sudah memberikan rekomendasi pemerintahan Bangka Belitung demi perbaikan iklim di sana.

Seperti, memulihkan ekosistem esensial, di mana mengakui wilayah masyarakat adat dalam pengelolaan lingkungan. Kemudian, dilakukannya moratorium atau penghentian sementara bisnis atau penangguhan Undang-Undang atau peraturan tertentu.

“Untuk menyelesaikan masalah krisis iklim ini,” pungkas Hafiz.*

Laporan Merinda Faradianti

Pos terkait