FORUM KEADILAN – Masih dalam suasana memperingati Hari Tani, harga beras di Indonesia ternyata menjadi yang termahal se-ASEAN.
Presiden Asosiasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia Mirah Sumirat pun menyuarakan hal tersebut.
Mirah memandang bahwa harga beras di Indonesia yang menjadi termahal se-ASEAN ini sungguhlah aneh.
“Sungguh aneh dan tidak habis pikir. Mengingat Indonesia adalah negara agraris. Kenapa harga berasnya bikin rakyat menangis?” kata Mirah lewat keterangan tertulisnya, Kamis, 3/10/2024.
Ia pun mempertanyakan apa fungsi dari Badan Pangan Nasional (Bapanas) selama ini jika tidak bisa mengendalikan harga pangan. Mirah yang juga merupakan Presiden Women Committee Asia Pasifik UNI Apro itu merasa kecewa.
Ia menjelaskan, salah satu fungsi Bapanas adalah stabilisasi pasokan dan harga pangan. Maka, jika harga beras Indonesia lebih mahal dari negara-negara di ASEAN, itu artinya fungsi Bapanas tidak berjalan dengan baik.
Mirah menyebut, sebelumnya Indonesia punya Badan Urusan Logistik (Bulog) yang salah satu fungsinya hampir sama dengan Bapanas, yaitu menstabilkan pasokan dan harga pangan.
“Kenapa tidak dimaksimalkan saja fungsi Bulog dari pada pemerintah membuat badan baru seperti Bapanas yang ternyata hanya menjadi ‘bayangan’ keberadaan Bulog,” pungkasnya.
Dilihat dari kacamata anggaran, kata Mirah, keberadaan Bapanas tidaklah efektif, justru malah membuat APBN menjadi boros karena digunakan untuk membayar mahal para pejabat Bapanas.
Mirah mengungkapkan bahwa sejak zaman dahulu, beras sudah menjadi makanan pokok di Indonesia, dan jenisnya juga beragam.
“Ada beras putih, beras merah, beras ketan, beras hitam, beras coklat, hingga beras organik. Kekayaan hayati yang luar biasa mungkin tidak ada di negara lain,” jelas dia.
Menurut Mirah, kesuburan tanah Indonesia telah memberikan sumbangan besar bagi kekayaan alam hayati. Kekayaan yang Indonesia miliki perlu dikelola dengan baik oleh orang-orang yang mengerti atau memiliki kompetensi atas hal ini. Apabila pengelolaannya diberikan kepada orang yang salah, maka hasilnya akan buruk.
“Indonesia memiliki sumber daya alam luar biasa berlimpah. Hal ini telah memberikan sumbangan besar bagi korporasi dan sangat mempengaruhi persaingan karena memiliki kekuatan besar menguasai pasar dengan menekan harga beras sehingga petani kita mengalami kesulitan dalam bersaing. Di sisi lain, negara belum membantu secara maksimal,” tuturnya.
Mirah berharap agar hal ini dapat disikapi dengan serius oleh pemerintah berikutnya. Misalnya dengan memberikan insentif bagi para petani dan mengajak generasi muda untuk mau bekerja sebagai pertani.
Ia menilai, pertanian merupakan sektor penyerap tenaga kerja yang besar dan dapat menjadi pilihan menjanjikan bagi kesejahteraan hidup di tengah-tengah keberadaan Undang-Undang Omnibuslaw Cipta Kerja.
“Undang-Undang Omnibuslaw Cipta Kerja sudah tidak memihak kepada pekerja atau buruh dengan upah murah, job security tidak ada, mudah di-PHK, dan sistem kerja kontrak berkepanjangan,”kata Mirah.
Mirah memberikan saran terkait dengan permasalahan pertanian. Ia menyarankan agar segera memperbaiki sistem irigasai, sehingga kebutuhan air bagi petani bisa tercukupi.
Menurut dia, banyak anak bangsa pandai membuat teknologi pertanian modern, membuat benih yang unggul, mengetahui cuaca dan kandungan tanah yang cocok untuk jenis tanaman agar bisa menghasilkan panen yang unggul.
“Bagaimana cara menghilangkan hama yang merugikan petani, misalnya tikus hama lainnya,” sambungnya.
Kemudian, Mirah juga menyarankan untuk membatasi impor dengan cara menjaga keseimbangan produksi beras lokal dan kebutuhan lain. Selain itu, mensubsidi pupuk dan alat pertanian untuk mengurangi beban biaya yang dikeluarkan oleh petani.
Mirah menyebut, saat ini petani mengeluhkan betapa sulitnya mendapatkan pupuk subsidi. Kenaikan pajak pertambahan nilai (PPN) 11%, kata dia, berdampak pada harga pupuk yang semakin mahal.
Terlebih lagi, masih banyak petani yang tidak punya lahan pertanian sendiri alias petani penggarap. Mereka tidak mempunyai sawah sendiri, tetapi mengelola sawah milik orang lain dengan sistem sewa atau bagi hasil.
“Hal-hal yang sangat mendasar segera harus dilakukan supaya kebutuhan pangan bagi rakyat Indonesia bisa teratasi, harga pangan terutama beras kembali murah bagi rakyat, sehingga keutuhan berbangsa dan bernegara bisa terjaga,” pungkas Mirah.*