Selasa, 08 Juli 2025
Menu

Gerindra Minta Pemerintah Tunda Keputusan Buka Kembali Ekspor Pasir Laut

Redaksi
Sekjen Partai Gerindra Ahmad Muzani saat ditemui di Gedung DPR RI, Senayan, Jakarta Pusat, Senin, 5/8/2024 | M. Hafid/Forum Keadilan
Sekjen Partai Gerindra Ahmad Muzani saat ditemui di Gedung DPR RI, Senayan, Jakarta Pusat, Senin, 5/8/2024 | M. Hafid/Forum Keadilan
Bagikan:

FORUM KEADILAN – Sekretaris Jenderal Partai Gerindra Ahmad Muzani mengatakan, pihaknya mengusulkan agar keputusan membuka kembali ekspor pasir laut untuk ditunda terlebih dahulu.

Hal ini menanggapi soal langkah pemerintahan Joko Widodo (Jokowi) yang mengeluarkan aturan untuk kembali membuka ekspor pasir laut usai ditutup selama lebih dari 20 tahun.

Peraturan ini pun menjadi polemik, apalagi diteken menjelang berakhirnya pemerintahan Jokowi pada Oktober 2024.

“Ya, saya mengusulkan, kalau bisa, rencana ekspor pasir laut, kalau memungkinkan, ditunda dulu,” ujar Muzani kepada awak media di Pancoran, Jakarta Selatan, dikutip Senin, 23/9/2024.

Muzani kemudian memberikan usul agar pemerintah dapat melibatkan sejumlah pakar sebelum melakukan ekspor pasir laut.

Sebab menurutnya, para pakar tersebut dapat menunjukan plus dan minusnya jika kebijakan ini dikeluarkan.

“Ya, ini pandangan kami. Ada baiknya juga pandangan dari para ahli ekonomi, ahli ekologi, ahli lingkungan. Untuk kita perhatikan bahwa kita akan menghadapi sebuah perubahan dan masalah ekologi laut yang cukup serius ke depan kalau kegiatan ini dilanjutkan,” kata Muzani.

“Meskipun dari sisi perekonomian, juga kita akan mendapatkan faedah dan nilai tertentu dari jumlah ini,” lanjut dia.

Menurut Wakil Ketua MPR itu, pemerintah tidak perlu tergesa-gesa untuk kembali membuka ekspor pasir laut. Pemerintah, kata dia, wajib mengecek ulang terkait manfaat hingga kerugiannya.

“Ya, ini, kalau memungkinkan, dicek dulu dari kegiatan ini antara manfaat dan mudaratnya. Ketika mudaratnya lebih besar dari pendapatan perekonomian yang kita dapatkan, tentu saja itu adalah sebuah kegiatan yang akan menjadi beban bagi kehidupan kita berikutnya,” papar dia.

Sebelumnya, Presiden Joko Widodo (Jokowi) membantah soal Indonesia yang kembali membuka keran ekspor pasir laut.

Jokowi meminta agar semua pihak tak keliru memahami isu pembukaan keran ekspor pasir laut setelah Kementerian Perdagangan (Kemendag) menyelesaikan revisi dua Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag).

Diketahui, Menteri Perdagangan (Mendag) Zulkifli Hasan (Zulhas) menerbitkan Permendag Nomor 20 Tahun 2024 dan Permendag Nomor 21 Tahun 2024.

Kedua aturan tersebut menjadi aturan turunan dari Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 26 Tahun 2023 tentang Pengelolaan Hasil Sedimentasi di Laut yang diteken Presiden Jokowi pada Mei 2023.

Demikian, terbitnya aturan turunan beberapa waktu lalu menjadi penanda resminya ekspor pasir laut dari Indonesia ke luar negeri. Karena, izin ekspor pasir laut hasil kerukan secara khusus diatur dalam Pasal 9.

Dalam beleid tersebut, hasil pengerukan pasir laut dari sedimentasi dapat dijual ke luar negeri asalkan kebutuhan dalam negeri telah tercukupi.

Namun, Jokowi menjelaskan bahwa yang diekspor bukanlah pasir laut, tetapi sedimentasi yang mengganggu jalur layar kapal.

“Sekali lagi, itu bukan pasir laut, ya. Yang dibuka itu sedimen, sedimen. Yang mengganggu alur jalannya kapal,” kata Jokowi memberikan keterangan di Menara Danareksa, Gambir, Jakarta Pusat, Selasa, 17/9.

Ia juga turut menyatakan bahwa sedimen dan pasir laut adalah dua hal yang berbeda. Walaupun demikian, Jokowi mengaku wujud sedimen seperti pasir.

“Sekali lagi bukan, kalau diterjemahkan pasir beda lho, ya. Sedimen itu beda, meskipun wujudnya juga pasir, tapi sedimen. Coba dibaca di situ, sedimen,” tuturnya.

Kemudian, Menteri Kelautan dan Perikanan Wahyu Trenggono juga angkat bicara dan mengatakan bahwa pasir sedimentasi dinilai cocok dimanfaatkan untuk kebutuhan reklamasi, termasuk untuk mendukung pembangunan IKN dan infrastruktur dengan mengutamakan kebutuhan dalam negeri atau domestic market obligation (DMO).

Dikarenakan, selama ini kebutuhan reklamasi dalam negeri besar. Namun, pemanfaatan pasir laut masih merusak lingkungan karena pasir yang diambil berasal dari pulau-pulau.

“Jadi reklamasi dan berakibat pada kerusakan lingkungan. Atas dasar itu terbitlah PP (PP Nomor 26 Tahun 2023), boleh untuk reklamasi, tapi harus gunakan pasir sedimentasi,” tuturnya.*