Minggu, 22 Juni 2025
Menu

Aturan Cuti Calon Kepala Daerah Digugat ke MK

Redaksi
Seorang warga asal Kendal, Harseto Setyadi Rajah, menggugat aturan soal cuti calon kepala daerah dalam Pilkada serentak Tahun 2024 ke Mahkamah Konstitusi (MK) | Syahrul Baihaqi/Forum Keadilan
Seorang warga asal Kendal, Harseto Setyadi Rajah, menggugat aturan soal cuti calon kepala daerah dalam Pilkada serentak Tahun 2024 ke Mahkamah Konstitusi (MK) | Syahrul Baihaqi/Forum Keadilan
Bagikan:

FORUM KEADILAN – Seorang warga asal Kendal, Harseto Setyadi Rajah, menggugat aturan soal cuti calon kepala daerah dalam Pilkada serentak Tahun 2024 ke Mahkamah Konstitusi (MK).

Pemohon menguji konstitusionalitas norma Pasal 70 Ayat (3) Undang-Undang (UU) Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) tentang masa cuti Kepala Daerah pada masa kampanye Pilkada 2024.

Kuasa Hukum Pemohon, Viktor Santoso Tandiasa, menjelaskan bahwa kliennya merasa dirugikan dengan ketentuan tersebut karena Kepala Daerah sedang menjabat dan mencalonkan diri kembali di daerah tersebut harus menjalani cuti penuh selama masa kampanye.

“Ini tentunya merugikan hak konstitusional warga masyarakat, terutama Pemohon, karena akhirnya tidak bisa mendapatkan penyelenggaraan pemerintahan yang optimal. Apalagi, banyak kepala daerah yang kemudian mencalonkan, tapi masa jabatannya dipotong karena pilkada serentak,” kata Viktor kepada wartawan di Gedung MK, Jakarta Pusat, Selasa, 3/9/2024.

Untuk diketahui, Komisi Pemilihan Umum (KPU) telah menetapkan masa kampanye dilaksanakan sejak tanggal 25 September 2024 sampai dengan 23 November 2024 atau selama 60 hari pada kalender.

Menurut Viktor, sebagai warga negara yang membayar pajak, Pemohon berhak mendapatkan pelayanan publik yang optimal. Salah satunya, dipengaruhi masa jabatan kepala daerah yang optimal.

“Bahkan dia punya ikatan komitmen janji politik dengan calon kepala daerah pada saat pilkada sebelumnya. Ketika itu tidak dipenuhi secara optimal, maka di situ lah hak konstitusional dirugikan sebagai warga masyarakat daerah, sebagai juga pembayar pajak,” tuturnya.

Di sisi lain, kata Viktor, Penjabat Kepala Daerah yang ditunjuk untuk menggantikan sementara dinilai tidak akan mampu menjalankan tugasnya secara optimal karena harus berbagi fokus dengan jabatan definitifnya di Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri).

Apalagi, Viktor menjelaskan bahwa ketentuan Pasal 70 Ayat (3) UU Pilkada berbeda dengan mekanisme cuti bagi petahana dalam UU Pemilu. Pada Pasal 281 Ayat (2) UU Pemilu disebutkan bahwa pelaksanaan cuti dan jadwal cuti harus dengan memperhatikan keberlangsungan tugas penyelenggaraan negara serta penyelenggaraan pemerintahan daerah.

Mengacu pada pasal tersebut, presiden maupun wakil presiden yang kembali ikut dalam kontestasi pilpres tidak harus menjalani cuti penuh selama masa kampanye.

“Sehingga setelah selesai kampanye, dia bisa bekerja lagi. Nanti masuk dalam masa kampanye, dia cuti lagi. Lalu kemudian setelah selesai, dia bisa bekerja lagi. Jadi, tidak meninggalkan tanggung jawabnya sebagai kepala penyelenggara daerah ataupun penyelenggara pemerintah pusat,” ujar Viktor.

Untuk itu, Viktor menjelaskan bahwa Pemohon meminta kepada Mahkamah agar Pasal 70 Ayat (3) UU Pilkada ditambahkan frasa “pengaturan lama cuti dan jadwal cuti dengan memperhatikan keberlangsungan tugas penyelenggaraan pemerintahan daerah”.

“Dengan seperti itu, maka seluruh kepala daerah yang kembali mengikuti kontestasi pilkada, tidak harus meninggalkan tanggung jawabnya yang diemban selama lima tahun ini,” tuturnya.

Viktor juga meminta agar MK melakukan persidangan cepat (speedy trial) untuk memutus permohonan tersebut, agar segera dapat ditindaklanjuti oleh KPU dengan merevisi Peraturan KPU mengingat tahapan kampanye Pilkada 2024 dimulai akhir bulan ini.*

Laporan Syahrul Baihaqi