Tak Dapat Kursi, Politisi PAN dan Gerindra Minta Tambah di Kabupaten Bogor

Perkara Nomor 113/PUU-XXII/2024 diajukan oleh caleg PAN Usep Syaefulloh dan caleg Partai Gerindra Ninik Setya Hastuti. Kedua caleg tersebut gagal mendapatkan kursi, di mana Usep menempati posisi ke-8 dari 7 Kursi yang ada di dapil Bogor 4, sedangkan Ninik berada di posisi ke-11 dari 10 kursi yang diperebutkan di daerah pemilihan (dapil) Bogor 2.
Sedangkan dua Pemohon lain ialah Maya Sri Megawati dan Rina Risnawati, yang masing-masing memilih salah satu caleg tersebut pada Pileg serentak 2024.
Para Pemohon menguji konstitusionalitas norma Pasal 191 Ayat (1) dan (2) huruf h Undang-Undang (UU) Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (Pemilu). Pasal tersebut mengatur ketentuan terkait jumlah kursi untuk setiap Kabupaten/Kota paling sedikit dua puluh kursi dan paling banyak 55 kursi. Sedangkan untuk setiap Kabupaten/Kota dengan jumlah penduduk lebih dari 3 juta jiwa orang memperoleh alokasi sebesar 55 kursi.
Dalam dalil permohonannya, Pemohon menilai bahwa pemberlakukan Pasal tersebut tidak mempertimbangkan bahwa di Indonesia terdapat Kabupaten yang memiliki jumlah lebih dari 5 juta, seperti di Kabupaten Bogor di mana jumlah penduduknya mencapai angka 5,5 juta jiwa.
“Bahwa ketentuan Pasal tersebut tidak mendasarkan pada prinsip-prinsip kesetaraan nilai, ketaatan pada sistem pemilu proporsional dan prinsip proporsionalitas, sehingga menyebabkan kerugian konstitusional secara langsung terhadap pemohon,” ucap kuasa hukum Pemohon, Ikhwan Fahrojih, di persidangan di Gedung MK, Jakarta Pusat, Senin, 2/9/2024.
Selain itu, para Pemohon juga membandingkan dengan keberlakuan Pasal 188 ayat (2) huruf D UU Pemilu yang mengatur soal jumlah kursi untuk provinsi dengan jumlah penduduk yang lebih dari 5-7 juta jiwa memperoleh alokasi 65 kursi.
Menurut Pemohon, dengan jumlah penduduk mencapai 5.627.021 jiwa dan luas wilayah mencapai 2.992 km², serta didukung dengan keberadaan 40 kecamatan, Kabupaten Bogor menjadi salah satu kabupaten terbesar dan paling padat di Indonesia.
Apalagi, Kabupaten Bogor merupakan satu-satunya daerah pemilihan DPR RI di Jawa Barat yang berdiri sendiri tanpa penggabungan dengan daerah kota atau kabupaten lain.
“Dengan demikian, tidak mengherankan jika alokasi kursi di Kabupaten Bogor harus disesuaikan secara proporsional dengan jumlah penduduk yang signifikan, sesuai dengan prinsip-prinsip demokrasi dan representasi yang adil,” tuturnya.
Di samping itu, para Pemohon juga membandingkan jumlah penduduk dan jumlah kursi di Kabupaten Bogor dengan beberapa Kabupaten dengan penduduk besar di Indinesia. Di antaranya ialah Kabupaten Bandung dengan jumlah penduduk 3.655.878 jiwa dengan alokasi sebanyak 55 kursi.
Selain itu, Kabupaten Tangerang jumlah penduduk 3.216.465 jiwa dengan alokasi sebanyak 55 kursi dan Kota Bekasi total penduduk sebanyak 2.470.972 jiwa dengan alokasi 50 kursi DPRD.
“Dari data di atas, terdapat ketimpangan yang amat signifikan antara Kabupaten Bogor dengan 6 kabupaten lain yang penduduknya sama banyak. Ketimpangan yang signifikan ini lah yang maksud kami sejatinya dapat mengikis esensi kedaulatan rakyat dalam representasi politik oleh anggota DPRD,” lanjutnya.
Dalam petitumnya, para Pemohon meminta agar MK mengabulkan permohonan mereka untuk seluruhnya dan menyatakan Pasal 191 ayat (1) dan (2) huruf h UU Pemilu sepanjang frasa ‘paling banyak 55 kursi’ dinyatakan bertentangan dengan UUD NKRI 45 dan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat.
Para Pemohon meminta agar jumlah kursi DPRD Kabupaten/Kota ditetapkan paling sedikit 20 kursi dan paling banyak 65 kursi bagi Kabupaten/Kota dengan jumlah penduduk lebih dari 3 juta jiwa.*