Sabtu, 14 Juni 2025
Menu

PDIP Bantah Paksa Anies Jadi Kader

Redaksi
Ketua DPP PDIP Deddy Yevri Hanteru Sitorus saat ditemui di DPP PDIP, Jakarta Pusat, Rabu, 28/8/2024 | Ali Mansur/Forum Keadilan
Ketua DPP PDIP Deddy Yevri Hanteru Sitorus saat ditemui di DPP PDIP, Jakarta Pusat, Rabu, 28/8/2024 | Ali Mansur/Forum Keadilan
Bagikan:

FORUM KEADILAN – Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) membantah memaksa Anies Baswedan menjadi kader jika ingin diusung sebagai calon gubernur (cagub) pada Pemilihan Gubernur (Pilgub) Jakarta 2024.

Pada akhirnya, PDIP lebih memilih kader senior Pramono Anung untuk maju sebagai calon Gubernur Jakarta bersama Rano Karno sebagai wakilnya.

“Tidak ada. Kita tidak pernah menawarkan Pak Anies untuk menjadi anggota PDI Perjuangan, karena kalaupun kemarin kita memilih Pak Anies, kan kita sudah diwakili oleh Pak Rano Karno sebagai kader,” tegas Deddy saat ditemui di Kantor DPP PDIP, Jakarta Pusat, Rabu, 28/8/2024.

Deddy menegaskan, dipilihnya Pramono Anung sebagai cagub Jakarta dari PDIP merupakan jalan tengah di antara dua kandidat yang muncul dan sama-sama kuat, yaitu Anies Baswedan dan Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok.

“Akhirnya Ibu Ketua Umum (Megawati Soekarnoputri), DPP PDI Perjuangan memutuskan untuk mendukung pasangan Pak Pramono Anung, Menteri Sekretaris Kabinet, dan Bung Rano Karno, anggota DPR aktif dan terpilih juga, sebagai jalan tengah dari dua pilihan di dua kutub yang berbeda,” ungkap Deddy.

Deddy mengakui, dua kutub antara yang menginginkan Anies diusung atau Ahok yang maju memiliki perbedaan yang cukup ekstrem. Oleh karena itu, lanjutnya, PDIP mengambil jalan tengah dengan memilih Pramono Anung sebagai cagub bersama Rano Karno.

Dalam pemilihan cagub Jakarta, sambung Deddy, pihaknya tidak hanya melihat dari sisi elektoral, tetapi juga dari sisi ideologis, psikososial, dan psikopolitik yang kemudian menjadi pertimbangan partai.

“Ada tarik menarik di antara dua kultur, ini yang kemudian masih butuh proses untuk disatukan. Masih butuh proses untuk disinergikan. Pada titik itu lah kemudian kita melihat adanya kebutuhan mendorong Mas Pram (Pramono Anung) sebagai solidarity maker untuk kemudian ada proses sejarah yang membuat Jakarta ini bisa melupakan masa lalu yang cukup buruk dalam kontestasi politik,” beber Deddy.*

Laporan Ali Mansur