Jangan Panik, WHO Tegaskan Cacar Monyet Bukan Covid Baru

FORUM KEADILAN – Cacar monyet atau monkey pox/Mpox bukan Covid baru, meskipun telah disebut sebagai darurat Kesehatan yang perlu menjadi perhatian internasional pada Rabu pekan lalu.
Hal tersebut diungkapkan oleh Direktur Regional Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) untuk Eropa Hans Kluge, Senin, 19/8/2024.
“Mpox bukanlah Covid baru, terlepas dari apakah itu cacar Clade I, yang menjadi penyebab wabah yang sedang berlangsung di Afrika Timur dan Tengah, atau cacar Clade II, yang memicu wabah tahun 2022 yang awalnya berdampak di Eropa dan terus menyebar di sana,” ujar Hans Kluge.
Ia pun menjelaskan bahwa berdasarkan apa yang WHO ketahui, Mpox terutama menular melalui kontak kulit ke kulit dengan lesi, termasuk saat berhubungan seks.
Salah satu tujuan dari Pernyataan Darurat Kesehatan Global, menurut WHO, adalah supaya semua negara dapat waspada serta siap jika kasus cacar monyet ini masuk ke wilayah mereka.
Hans Kluge kemudian menegaskan bahwa WHO telah mengetahui cara mengendalikan serta Langkah yang diperlukan untuk memberantas penularannya.
Ia juga mengatakan bahwa saat ini, wilayah Eropa tercatat ada sekitar 100 kasus Mpox baru setiap bulan. Tetapi, meski siapa pun dapat tertular Mpox, tidak semua orang memiliki risiko yang sama.
“Orang-orang yang berinteraksi erat dengan seseorang yang menularkan penyakit, termasuk melalui hubungan seksual, memiliki risiko lebih besar untuk terinfeksi, terutama pasangan seksual. Namun, anggota rumah tangga dan petugas Kesehatan juga berpotensi tertulas,” lanjut Hans Kluge.
Walaupun ada peningkatan kasus, WHO lewat Juru Bicara Margaret Harris dalam wawancara dengan Anadolu merekomendasikan vaksinasi yang terarah dalam Upaya melawan Mpox ini, bukan vaksinasi massal di wilayah virus tersebut terdeteksi.
Hal ini dikarenakan untuk menghentikan penyebaran Mpox lebih mudah daripada menangani Covid. Penyebaran cepat virus ini, menurut catatan Margaret Harris, telah menarik perhatian global. Ia mengatakan bahwa virus Mpox mempunyai dua jenis genetik, yaitu Clade 1 dan Clade 2.
Harris kemudian merasa prihatin atas jenis baru virus Mpox ini, yaitu Clade 1b yang muncul pada 2023 lalu. Ia mengungkapkan bahwa inilah yang menjadi kekhawatiran, karena virus ini menyebar dengan sangat cepat.
Virus Mpox jenis ini pun mempunyai tingkat kematian yang cukup tinggi terutama pada anak-anak. Sebab penyebaran virus ini berjalan dengan cepat, Harris mengatakan bahwa virus ini pun telah menyebabkan lebih banyak kasus pada 2024 ini dibandingkan 2023 lalu.
Ia juga menjelaskan bahwa untuk sementara, jumlah kasus Mpox meningkat di bagian timur Republik Demokratik Kongo serta menyebar di Burundi, Rwanda, Uganda, dan Kenya.
WHO juga melihat, tingkat kematiannya lebih tinggi, yaitu sekitar 3 persen, sementara di kelompok yang sangat rentan akan lebih tinggi dari itu, seperti pada anak-anak.
“Kami sangat khawatir tentang dampaknya terhadap anak-anak kecil. Sekarang penting untuk memahami bahwa populasi yang terkena dampak penyebaran ini adalah orang=orang yang terlantar akibat konflik. Mereka berada dalam situasi yang sangat penting,” tuturnya.
Harris kemudian menjelaskan bahwa orang dengan infeksi cacar dan HIV, lebih mungkin mengalami bentuk Mpox yang lebih parah dengan risiko kematian yang lebih tinggi.
Menurut catatannya, tidak ada pengobatan khusus untuk virus Mpox dan tidak ada antivisur yang melawannya. Namun masih ada pengobatan simptomatik efektif untuk menangani virus ini.
WHO dalam situs resminya mengatakan bahwa dari kasus yang dikonfirmasi di wilayah Afrika pada 2024, sebanyak 95 persen dilaporkan di Republik Demokratik Kongo, yang sedang mengalami peningkatan kasus Mpox.
Ada lebih dari 15.000 kasus yang sesuai secara klinis, dan ada lebih dari 500 kematian yang dilaporkan. Angka ini sudah melebihi jumlah kasus di Republik Demokratik Kongo pada 2023.
Pada 15 Agustus, Swedia menjadi negara pertama di luar benua Afrika yang melaporkan varian Mpox Clade 1b pada individu dengan riwayat perjalanan ke Afrika Tengah.*