YLBH Ungkap 9 Persamaan Sikap Polisi dalam Tangani Kasus Sambo dan AM

Konferensi pers 'Penemuan Fakta Baru Kasus AM' di kantor YLBHI, Jakarta Pusat, Selasa, 2/7/2024 | Novia Suhari/Forum Keadilan
Konferensi pers 'Penemuan Fakta Baru Kasus AM' di kantor YLBHI, Jakarta Pusat, Selasa, 2/7/2024 | Novia Suhari/Forum Keadilan

FORUM KEADILAN – Ketua Umum Pengurus Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia  (YLBHI), Muhamad Isnur, mengungkapkan, setidaknya ada sembilan persamaan sikap polisi dalam penanganan kasus kematian AM (13) di Padang dengan kasus Ferdy Sambo.

“Dari peristiwa AM dan 17 anak lainnya ini, paling tidak YLBHI menemukan ada sembilan persamaan modus atau pola, dengan kasus Sambo,” katanya dalam konferensi pers ‘Penemuan Fakta Baru Kasus AM’ di kantor YLBHI, Jakarta Pusat, Selasa, 2/7/2024.

Bacaan Lainnya

Pertama, terdapat penyangkalan dengan mengatakan bahwa tidak ada masalah dan semuanya sudah sesuai dengan SOP yang benar.

“Tidak ada pengakuan unsur pelanggaran, yang membuat polisi tidak menelusuri. Seperti ketika LBH Padang ini melaporkan tidak ada polisi yang langsung meluncur ke TKP, atau cepat memeriksa saksi, dan berkoordinasi dengan keluarga, yang mana itu SOP dasar,” ujarnya.

Kedua, menurut Isnur, kasus seperti ini biasanya hanya dianggap sebagai pelanggaran kode etik.

“Susah sekali kasus seperti ini membawa untuk mempidanakan tersangkanya, seperti Sambo,” ucapnya.

Ketiga, Kompolnas telah menyatakan bahwa ada bukti dari 17 orang saksi dalam kasus AM ini yang mengalami kekerasan.

“Pertanyaannya, sudah ada kah Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan (SPDP) yang diserahkan kepada Kejaksaan Agung, karena dalam konteks pidana, Jaksa yang akan memberikan arahan,” terangnya.

Kemudian keempat, Isnur mengatakan, modus matinya CCTV menjadi alasan utama.

“Di kasus ini tiba-tiba CCTV Polsek Kuranji itu mati, di kasus Sambo juga seperti itu, kalau kata Ombudsman ini disebut merekayasa, memanipulasi, atau upaya menghilangkan barang bukti,” katanya.

Kelima, terdapat upaya menghalangi keluarga untuk terlibat dalam proses visum atau autopsi jenazah.

“Di kasus Sambo, jenazah Brigadir J dari keluarga dilarang membuka kain kafan dan langsung dikuburkan. Di kasus ini sama, keluarga tidak boleh memfoto dan ada upaya penekanan dengan ‘bu jangan dibuka-buka lagi ya, ini aib’,” jelas Isnur.

Keenam, terdapat penangkapan tanpa pendampingan yang tidak sesuai dengan Undang-Undang Perlindungan Anak Nomor 35 Tahun 2014.

“Jadi dari segi penangkapan saja ini sudah menyalahi prosedur, YLBHI menilai semakin besar penangkapan tanpa pendampingan pengacara, akan semakin besar penganiayaan terjadi. Nyatanya, 80 persen penangkapan tanpa pendampingan mengalami penyiksaan,” ungkapnya tegas.

Ketujuh, terdapat upaya menutup kasus dengan memberikan uang santunan.

Isnur menjelaskan, mengapa pemberian santunan diperlukan dalam kasus AM ini.

“Pemberian santunan ini terjadi pada kasus ini, pemberian santunan ini kan merupakan pengakuan bersalah dalam perdata. Jadi ada pemberian santunan tapi ditolak oleh keluarga, namun justru uangnya ditinggal begitu saja, kasus lain juga pernah begini,” katanya.

Kedelapan, terdapat upaya untuk mengkondisikan 17 saksi dalam kasus AM. Hal ini terlihat dari tidak dilibatkannya LBH Padang sebagai kuasa hukum AM, saksi A, dan beberapa lainnya dalam penangkapan.

“Kenapa penangkapan pengkondisikan ini tidak melibatkan LBH sebagai kuasa hukum. Ini terbukti di sidang, yang mana saksi merasa tertekan yang keterangannya berubah-ubah,” ujarnya.

Kesembilan, Isnur menganggap pihak kepolisian terlalu tergesa-gesa dalam menangani kasus AM.

“Polisi terlalu tergesa-gesa menyimpulkan perkara ini, pada kasus Sambo juga begitu, dan di awal mereka bilang kasus Sambo itu sudah sesuai prosedur,” katanya.

Berkaca pada kasus Sambo yang melibatkan pergantian tim penyidikan di Mabes Polri, Polda Metro Jaya, hingga Polres Jakarta Selatan, Isnur mengungkapkan bahwa seharusnya Kapolri juga bisa mengganti tim penyidikan dalam kasus AM ini seperti yang dilakukan dalam kasus Sambo.

“Kenapa? Karena situasi kasus ini sama, dilakukan oleh lembaga yang sama. Bedanya dulu Propam dengan Polda Metro, kalau sekarang Polda Sumbar,” pungkasnya. *

Laporan Novia Suhari

Pos terkait