FORUM KEADILAN – Dewan Pers dengan tegas menolak Revisi Undang-Undang (RUU) Nomor 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran yang sedang digodok Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI.
Ketua Dewan Pers Ninik Rahayu menyampaikan, penolakan tersebut dilakukan karena ada pasal yang melarang media untuk menayangkan hasil liputan investigasi.
“Kenapa kemudian kita menolak ini yang pertama adalah ada pasal yang memberikan larangan pada media investigatif,” ucap Ninik dalam konferensi pers di Kantor Dewan Pers, Jalan Kebon Sirih, Jakarta Pusat, dikutip, Rabu, 15/5/2024.
Ninik menjelaskan bahwa pasal tersebut bertentangan dengan UU Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers yang tidak mengenal sensor dan pelarangan penyiaran terhadap karya jurnalistik berkualitas.
Pelarangan siaran investigasi dinilai sebagai upaya pelarangan karya jurnalistik profesional.
Alasan kedua Dewan Pers menolak, kata Ninik, karena RUU Penyiaran tersebut mengambil kewenangan penyelesaian sengketa pers dari Dewan Pers.
“Penyelesaian (sengketa pers) itu justru akan dilakukan oleh lembaga yang sebenarnya tidak punya mandat penyelesaian etik terhadap karya jurnalistik,” lanjutnya.
Diketahui, mandat sengketa pers diatur di Dewan Pers dan dituangkan dalam UU Pers.
“Kenapa dalam draf ini penyelesaian sengketa terkait dengan jurnalistik justru diserahkan kepada penyiaran? Ya ini betul-betul akan menyebabkan cara-cara penyelesaian yang tidak sesuai dengan norma Undang-Undang yang ada, itu kira-kira catatan kami,” terangnya.
Polemik RUU Penyiaran juga disinggung Menteri Komunikasi dan Informatika Budi Arie Setiadi. Ia mempertanyakan larangan penayangan eksklusif jurnalistik investigasi tersebut.
“Jurnalistik harus investigasi, masa dilarang? Jurnalistik harus terus berkembang karena tuntutan masyarakat juga berkembang,” ujarnya di Jakarta, dikutip Rabu.
Sebagai informasi, penayangan eksklusif jurnalistik investigasi menjadi isi siaran dan konten yang dilarang termaktub dalam draf RUU Penyiaran terbaru atau versi Maret 2024.
Dalam Pasal 56 ayat 2 RUU Penyiaran menyatakan, selain memuat panduan kelayakan isi siaran dan konten siaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Standar Isi Siaran (SIS) memuat larangan mengenai isi siaran dan konten siaran terkait narkotika, psikotropika, zat adiktif, alkohol, dan perjudian, rokok, penayangan eksklusif jurnalistik investigasi, penayangan suatu profesi atau tokoh yang memiliki perilaku atau gaya hidup negatif yang berpotensi ditiru oleh masyarakat.*