FORUM KEADILAN – Ketua Koordinator Strategis Tim Kampanye Nasional (TKN) Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka, Sufmi Dasco Ahmad mengaku dirinya merasa heran dengan isu Presiden Joko Widodo (Jokowi) ingin merebut kursi Ketua Umum (Ketum) PDI Perjuangan dari Presiden ke-5 Megawati Soekarnoputri.
Dasco menegaskan bahwa hal tersebut merupakan masalah internal partai politik (parpol) yang tidak layak dibongkar ke publik.
“Saya juga heran dengan isu seperti itu. Karena sebenarnya itu masalah internal parpol yang sebaiknya dibicarakan di internal dan kemudian tidak diekspos ke publik,” ujar Dasco saat ditemui di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Kamis, 4/4/2024.
Ia menyebut bahwa dirinya berharap agar semua parpol di Indonesia baik-baik saja ketika menyiapkan transisi kepemimpinan. Dikarenakan, setiap partai mempunyai aturan dalam AD/ART masing-masing dalam menentukan pemimpin.
“Tetapi apapun itu kita berharap semua parpol yang ada di Indonesia ini baik-baik saja dalam melakukan transisi kepemimpinan dengan mekanisme yang sudah diatur dalam AD/ART masing-masing parpol,” tuturnya.
Diberitakan sebelumnya, pernyataan Sekretaris Jenderal PDI Perjuangan Hasto Kristiyanto mengenai Presiden Jokowi yang ingin merebut posisi Megawati Soekarnoputri menjadi sorotan publik.
Menurutnya, upaya mengambil alih kursi Ketum dilakukan Jokowi jauh sebelum Pemilu 2024 diselenggarakan.
“Rencana pengambilalihan Partai Golkar dan PDI Perjuangan. Jadi jauh sebelum pemilu, beberapa bulan, antara lima sampai enam bulan. Ada seorang menteri, ada super power full, ada yang powerfull. Supaya nggak salah, ini ditugaskan untuk bertemu Ryaas Rasyid oleh Presiden Jokowi,” jelas Hasto.
Diketahui, Ryaas adalah Guru besar institut Pemerintahan Dalam Negeri (IPDN) dan menurutnya, Ryaas ditugaskan oleh Jokowi untuk membujuk Megawati agar kepemimpinan PDI Perjuangan diserahkan kepada Jokowi.
Ia menyebut hal tersebut dilakukan dalam rangka menjadi kendaraan politik Jokowi.
“Pak Ryaas Rasyid ditugaskan untuk membujuk Bu Mega, agar kepemimpinan PDI Perjuangan diserahkan kepada Pak Jokowi. Jadi dalam rangka kendaraan politik. Untuk 21 tahun ke depan,” lanjut Hasto.
Kemudian, ia mengatakan bahwa upaya-upaya yang dilakukan oleh Jokowi perlu diwaspadai semua pihak, tidak hanya PDI Perjuangan.
Ia mengaku teringat dengan sosok Presiden Kedua RI Soeharto yang juga dinilai ingin mempertahankan kekuasaan.
“Nah ini harus kita lihat, mewaspadai bahwa ketika berbagai saripati kecurangan pemilu 1971, yang menurut saya 1971 saja nggak cukup, ditambah 2009, menghasilkan 2024 kendaraan politiknya sama,” tandas Hasto.*