FORUM KEADILAN ‐ Pakar Hukum Tata Negara Bivitri Susanti menyebut Mahkamah Konstitusi (MK) tengah dikerangkeng dalam menangani perkara sengketa Pilpres 2024.
Kata dia, hukum acara yang saat ini berlaku di Indonesia membuat para pihak sulit mengungkap dugaan kecurangan yang terstruktur, sistematis, dan masif (TSM).
“Menurut saya, kalau Mahkamah Konstitusi masih dikerangkeng oleh hukum acara, yang sebenarnya membatasi pencarian keadilan yang substantif, maka jawabannya tidak,” kata Bivitri dalam acara diskusi bertajuk ‘Arah Hukum Putusan Mahkamah Konstitusi terhadap Sengketa Pemilu Presiden 2024’ di Media Center Pemenangan Ganjar-Mahfud, Menteng, Jakarta Pusat, Senin, 1/4/2024.
Bagi Bivitri, permohonan dari pasangan calon (paslon) nomor urut, 1 Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar (AMIN) dan paslon nomor urut 3, Ganjar Pranowo-Mahfud MD merupakan upaya untuk mendapatkan keadilan.
Namun seperti diketahui, sidang sengketa Pilpres 2024 di MK dibatasi hanya 14 hari, sedangkan untuk Pileg 30 hari kerja. Selain itu, saksi ahli dan saksi fakta juga dibatasi hanya 19 orang. Saksi fakta hanya boleh bersaksi 15 menit, sedangkan ahli 20 menit.
Adanya pembatasan ini, menurut Bivitri merupakan kerangkeng hukum. Oleh karena itu, kubu Anies maupun Ganjar akan kesulitan untuk mendapatkan keadilan yang substantif.
“Jeruji itu salah satunya adalah waktu, pembatasan waktu. Yang implikasinya kepada pembatasan jumlah saksi, cari saksi diperiksa. Jadi, banyak implikasinya,” ujarnya.
Padahal menurut Bivitri, sengketa pilpres merupakan persoalan yang panjang. Bagi dia, waktu 15 hingga 20 menit tidak mungkin untuk bisa mengupas semua persoalan.
“Saya tahu persis ketika menggali persoalan-persoalan itu pasti panjang, enggak mungkin 15-20 menit. Itu mungkin, tetapi nanti mendapatkan hal yang seharusnya kita cari,” ungkapnya.
Selain adanya kerangkeng di MK, Bivitri juga menyebut, masyarakat tidak boleh terjerat oleh asumsi bahwa Komisi Pemilihan Umum (KPU) tidak mungkin mengadakan pemilu ulang.
“Jangan terkunci oleh psywar advokat di MK yang mulai mengatakan enggak mungkin KPU segera pemilu ulang. Kalau saya, ya, kalau berbicara keadilan substantif itu, janganlah kita dikerangkeng duluan oleh asumsi-asumsi,” pungkasnya.*
Laporan M. Hafid