FORUM KEADILAN – Tujuh Panitia Pemilihan Luar Negeri (PPLN) ditetapkan sebagai tersangka kasus dugaan penambahan Daftar Pemilih Tetap (DPT) di Kuala Lumpur, Malaysia.
Penetapan tersangka tersebut dinilai sebagai bukti adanya kecolongan dalam pergelaran pemilu.
Sebagaimana diketahui, Direktur Tindak Pidana Umum Bareskrim Polri Brigjen Djuhandani Rahardjo Puro mengatakan, penetapan tujuh orang tersangka itu dilakukan penyidik usai melakukan gelar perkara pada Rabu (28/2) kemarin.
Pada gelar perkara tersebut ditemukan fakta bahwa dari Data Penduduk Potensial Pemilih Pemilu (DP4) KPU RI untuk pemilih di Kuala Lumpur adalah sejumlah 493.856, dan yang telah dilakukan pencocokan dengan teliti oleh Petugas Pemutakhiran Data Pemilih (Pantarlih) hanya sebanyak 64.148.
Tetapi, total Rekapitulasi Daftar Pemilih Sementara (DPS) yang dicatat PPLN Kuala Lumpur justru berjumlah 491.152 pemilih.
Dari tujuh tersangka itu, enam di antaranya dijerat pasal berlapis, yaitu Pasal 545 dan/atau Pasal 544 UU Nomor 7 Tahun 2017 tetang Pemilu. Sementara sisanya dijerat Pasal 544.
Memandang kasus ini, Pengamat Politik Univeristas Al Azhar Ujang Komarudin menyebut, lembaga penyelenggara pemilu benar-benar kecolongan. Meski begitu, ia tidak ingin menyebut kasus itu sebagai kegagalan pelaksanaan pemilu 2024.
“Enggak bisa disebut kegagalan juga, karena setiap pemilu pasti ada bolong-bolongnya. Tidak bisa satu kasus ini dijadikan sebagai cap gagal semua,” ujarnya kepada Forum Keadilan, Minggu 3/1/2024.
Ujang melanjutkan, siapapun yang bersalah dan melakukan tindak pidana dengan melanggar aturan harus dihukum sesuai ketentuan yang berlaku.
“Kalau mereka jadi tersangka, mereka harus mempertanggungjawabkan perbuatannya itu. Karena di situ mungkin bermain-main, segala kecurangan dan dianggap cukup untuk menjadikan mereka tersangka,” lanjutnya.
Ujang berpendapat, kasus tersebut terjadi juga karena kurang ketatnya pelaksanaan pemilu. Tidak menutup kemungkinan bahwa oknum petugas itu kongkalikong dengan partai untuk memenangkan calon mereka.
“Jadi saya lihat, tujuh PPLN Malaysia itu memang ada kongkalikong dengan partai, calon legislatif, atau tim sukses calon presiden untuk memenangkan mereka,” jelasnya.
Kata Ujang, bisa saja dugaan kecurangan serupa juga terjadi di negara lain.
“Memang ada tuduhan kecurangan tapi tidak sampai menjadi tersangka, ada istilah ‘coblos mencoblos’ di luar negeri. Jadi kalau bicara ini mungkin bisa terjadi di negara lain juga, tapi tetap harus ada bukti kuat untuk membuktikan,” pungkasnya.
Sementara itu, Peneliti Senior Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Prof Lili Romli menegaskan bahwa tujuh tersangka tersebut perlu ditindak tegas.
“Dengan adanya tindakan tegas tersebut menunjukkan pentingnya penegakan hukum pemilu. Untuk itu saya kira di PPLN negara-negara lain juga ketika dugaan terjadi kecurangan perlu adanya penyelidikan pemilu benar-benar berjalan bersih dan adil,” tegasnya.*
Laporan Novia Suhari