Yusril Minta Perselisihan Pilpres Dibawa ke MK, Bukan Angket

Yusril Ihza Mahendra
Yusril Ihza Mahendra. | Ist

FORUM KEADILAN – Pakar hukum tata negara sekaligus Ketua Umum Partai Bulan Bintang (PBB), Yusril Ihza Mahendra menilai bahwa penyelesaian sengketa hasil Pemilu, terutama Pilpres, dapat dibawa ke Mahkamah Konstitusi (MK).

Menurutnya penyelesaian sengketa Pemilu bukan dengan menggunakan hak angket DPR.

Bacaan Lainnya

Yusril menjelaskan hak angket tersebut diatur dalam Pasal 20A Ayat 2 UUD 1945 terkait fungsi DPR yang melakukan pengawasan yang tidak spesifik, namun bersifat umum dalam hal pengawasan terhadap hal apa saja yang tidak menjadi obyek pengawasan DPR. Ketentuan selanjutnya tentang hak angket dituangkan dalam UU Nomor 17 Tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPD dan DPRD (UU MD3).

“Apakah hak angket dapat digunakan untuk menyelidiki dugaan kecurangan dalam Pemilu, dalam hal ini pilpres, oleh pihak yang kalah? Pada hemat saya tidak,” ujar Yusril kepada awak media, Kamis, 22/2/2024.

Ia juga mengatakan bahwa dalam UUD 1946 telah memberikan pengaturan khusus terhadap perselisihan hasil Pemilu yang harus diselesaikan melalui MK dan Pasal 24C UUD 1945 menyatakan salah satu kewenangan MK adalah untuk mengadili perselisihan hasil Pemilu, dalam hal ini adalah Pilpres pada tingkat pertama dan terakhir yang putusannya final dan mengikat.

Yusril menilai, perumusan amandemen UUD 1945 terlihat sudah memikirkan bagaimana cara yang paling singkat dan efektif untuk dapat menyelesaikan perselisihan hasil Pemilu, yaitu dengan melewati badan peradilan yakni MK.

“Hal ini dimaksudkan agar perselisihan itu segera berakhir dan diselesaikan melalui badan peradilan agar tidak menimbulkan kevakuman kekuasaan jika pelantikan presiden baru tertunda karena perselisihan yang terus berlanjut,” jelasnya.

“Oleh karena itu saya berpendapat, jika UUD 45 telah secara spesifik menegaskan dan mengatur penyelesaian perselisihan pilpres melalui MK, maka penggunaan angket untuk menyelesaikan perselisihan tersebut tidak dapat digunakan,” sambungnya.

Menurutnya, penggunaan angket sendiri dapat membuat perselisihan hasil Pilpres semakin panjang tanpa kejelasan kapan akan usai dan hasil angket hanyalah berbentuk rekomendasi atau paling jauh sebagai pernyataan pendapat DPR.

“Putusan MK dalam mengadili sengketa pilpres akan menciptakan kepastian hukum. Sementara penggunaan hak angket DPR akan membawa negara ini ke dalam ketidakpastian, yang potensial berujung kepada chaos yang harus kita hindari,” pungkasnya.

Ganjar Pranowo Dorong Penggunaan Hak Angket DPR

Sebelumnya diberitakan, calon presiden (capres) nomor urut 3, Ganjar Pranowo mendorong agar DPR untuk menggunakan hak angket dalam dugaan kecurangan Pilpres 2024 di DPR. Tak hanya dari partai politik (parpol) pengusungnya, Ganjar mengatakan pihaknya akan berkomunikasi dengan partai pengusung Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar (AMIN).

Hak angket sendiri merupakan salah satu dari tiga hak DPR dalam menjalankan fungsinya sebagai pengawasan. Hak angket menyebut, DPR berhak untuk melakukan penyelidikan terhadap pelaksanaan suatu undang-undang atau kebijakan pemerintah yang berkaitan dengan hal penting, strategis, dan berdampak luas bagi masyarakat.

Pengajuan hak angket, diataur dalam UU Nomor 6 Tahun 1954 tentang Hak Angket DPR. Aturan itu menyebut, minimal sepuluh anggota DPR dapat mengajukan permohonan angket kepada Pimpinan DPR.

Ganjar mengatakan, hak angket dapat menjadi salah satu upaya yang dapat dilakukan untuk meminta pertanggungjawaban Komisi Pemilihan Umum (KPU) dan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) terhadap pergelaran pemilu.

“Jika DPR tak siap dengan hak angket, saya mendorong penggunaan hak interpelasi DPR untuk mengkritisi kecurangan pada Pilpres 2024,” kata Ganjar dikutip dari keterangan tertulis Tim Pemenangan Nasional (TPN) Ganjar-Mahfud, Senin 19/2/2024.

Menurutnya, dugaan kecurangan di Pilpres 2024 harus disikapi, dan partai pengusungnya dapat mengusulkan hak angket di DPR. Sementara, partai pengusung Ganjar yang saat ini berada di DPR ialah PDIP dan PPP.

Untuk mengajukan hak angket, Ganjar mengaku pihaknya akan berkomunikasi dengan partai pengusung pasangan calon nomor urut 1 Anies-Muhaimin yang berada di DPR. Adapun partai yang dimaksud ialah NasDem, PKB, PKS.

“Kita harus membuka pintu komunikasi dengan partai pendukung Anies-Muhaimin,” tutupnya.*