93 Pegawai Terjerat Pungli, ICW: Imbas Revisi UU KPK

Adnan Topan Husodo saat memberikan keterangan kepada Forum Keadilan, di salah satu cafe kawasan Tebet, Jakarta Selatan, Selasa 16/1/2024
Adnan Topan Husodo saat memberikan keterangan kepada Forum Keadilan, di salah satu cafe kawasan Tebet, Jakarta Selatan, Selasa 16/1/2024 | Ari Kurniansyah/Forum Keadilan

FORUM KEADILAN – Eks Koordinator Indonesia Corruption Watch (ICW) periode 2015-2022 Adnan Topan Husodo mengatakan, terbongkarnya sindikat pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang melakukan pungutan liar (pungli) di Rutan KPK dikarenakan revisi Undang-Undang (UU) KPK.

Seperti diketahui, sebanyak 93 pegawai lembaga antirasuah terlibat dalam kasus pungli di Rutan Merah Putih. Besaran nilai pungutan liar atau pungli di Rutan KPK itu mencapai Rp6,1 miliar. Dewas KPK telah melakukan pemeriksaan terhadap 169 orang terkait kasus pungli di rutan.

Bacaan Lainnya

Dari jumlah tersebut, 27 orang di antaranya merupakan pihak eksternal yang sebelumnya merupakan mantan tahanan KPK. Dari 169 orang yang diperiksa, terdapat 32 orang yang terdiri dari mantan staf rutan, mantan Kepala Bagian Pengamanan, dan inspektur.

Adnan menuturkan, revisi UU KPK Nomor 19 Tahun 2019 tentang Perubahan UU Nomor 30 Tahun 2002 tentang KPK menjadi salah satu penyebab pegawai KPK melakukan pungli. Sebab, kata dia, pegawai yang seharusnya independen kini berada di bawah koordinasi lembaga birokrasi.

“Salah satu penyebab struktur itu revisi Undang-Undang KPK yaitu Undang-Undang KPK Nomor 19 tahun 2019. Di mana, salah satu yang dibongkar secara fundamental itu adalah posisi pegawai KPK yang sebelumnya pegawai negara menjadi ASN (Aparatur Sipil Negara),” ucapnya kepada Forum Keadilan saat ditemui di salah satu Cafe, di Kawasan Tebet, Jakarta Selatan, Selasa ,16/1/2024.

Perubahan itu, menurut Adnan, mempunyai implikasi mulai dari sisi aturan main, kelembagaan dan sisi kultur KPK yang memegang kuat etik-nya.

Adnan melanjutkan, pada periode sebelumnya, KPK tidak pernah main-main dalam mengungkap suatu perkara tindak pidana korupsi. Dengan demikian, setelah direvisi, hal itu menjadi konsekuensi dari rusaknya KPK.

“Pada periode revisi sebelum itu minuman air putih yang disediakan oleh pengundang pun KPK dilarang. Apalagi main-main dengan pihak-pihak yang sedang berperkara. Jadi itu konsekuensi yang harus diterima, karena kebijakan pemerintah yang justru merusak KPK itu sendiri,” ujarnya.

Adnan memaparkan, regulasi dan leadership menjadi faktor yang menghancurkan marwah lembaga anti korupsi itu. Pada masa kepemimpinan Firli Bahuri, dianggap lebih dominan dibandingkan dengan Ketua KPK lainnya.

Menurut Adnan, hal itu menyalahi leadership KPK yang didesain untuk saling kontrol dan seimbang agar tidak terjadi pelecehan di dalam tubuh KPK.

“Ketua KPK selalu dianggap lebih dominan, dibanding oleh Pimpinan KPK yang lain. Oleh karena itu, sebagai lembaga yang mempunyai kewenangan besar, maka pimpinan juga harus memiliki kredibilitas yang memadai, integritas yang jelas,” imbuhnya.

Adnan turut heran, dalam pengungkapan 93 pegawai KPK yang teridentifikasi melakukan pungli tersebut. Ia menilai, ada dilema karena KPK telah mengungkap kebusukannya sendiri.

Di sisi lain, ketika proses pemeriksaan 93 pegawai KPK yang terlibat pungli menjadi salah satu prestasi dari KPK sendiri. Sebab, tidak ada satu pun lembaga penegak hukum yang memeriksa secara etik pelanggaran-pelanggaran yang dilakukan, sehingga bisa menjangkau banyak orang yang terlibat.

“Menjangkau 93 pegawai, saya kira bisa dianggap sebagai prestasi, karena selama ini di lembaga penegak hukum itu jarang ada proses internal untuk memeriksa secara etik pelanggaran-pelanggaran yang dilakukan itu dan bisa menjangkau banyak orang. Artinya ini berbeda dari kepolisian kejaksaan, yang agak sulit kalau kita dorong untuk diperiksa secara etis kalau ada pihak-pihak yang dianggap bermain, dari sisi itu saya melihat ada hal yang masih bisa dibanggakan dari proses yang terjadi di KPK,” tuturnya.

Lebih lanjut, Adnan berharap, momen itu dapat mengembalikan kepercayaan masyarakat terhadap KPK.

“Kita berharap supaya ini juga menjadi momentum, untuk mengembalikan kepercayaan publik, 93 orang ini harus diperiksa secara serius, dan kalau bisa dibersihkan dari KPK,” tutupnya.*

Laporan Ari Kurniansyah

Pos terkait