FORUM KEADILAN – Ketua KPK nonaktif Firli Bahuri menilai bahwa penyidikan kasus dugaan korupsi dan pemerasan terhadap mantan Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo (SYL) oleh Polda Metro Jaya tidak murni sebagai penegakan hukum.
Firli menuduh terdapat kepentingan Kapolda Metro Jaya Irjen Karyoto dalam kasus yang menjerat dirinya sebagai tersangka.
Hal tersebut disampaikan pengacara Firli, yakni Ian Iskandar, saat membacakan replik dalam agenda sidang lanjutan permohonan Praperadilan di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan, Selasa, 12/12/2023 malam.
“Bahwa penyelidikan dan penyidikan perkara a quo menurut pemohon (Firli Bahuri) tidak bisa dianggap sebagai suatu upaya penegakan hukum yang murni, mengingat rekam jejak panjang hubungan antara pemohon dengan termohon (Karyoto),” kata Ian, di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan, Selasa, 12/12/2023.
Ian menjelaskan, Firli meyakini kasus yang menjerat dirinya tidak hanya diawali oleh ketakutan SYL akan kasus yang sedang diusut KPK tetapi karena dilatarbelakangi terkait penyidikan perkara Operasi Tangkap Tangan (OTT) pada Direktorat Jenderal Perkeretapian (DJKA) yang dilakukan oleh KPK pada Rabu, 12 April 2023 yang melibatkan Dion Renato Sugiarto, Bernard Hasibuan, Putu Sumarjaya, Dkk.
Ian mengatakan dalam kasus ini ada bukti dugaan penerimaan uang sleeping fee oleh Muhammad Suryo sebesar Rp11,2 miliar dan uang tersebut sudah dikirim melalui transfer ke rekening Istri Suryo senilai Rp9,5 miliar.
Dia juga mengklaim Dion dan Bernard yang ditahan di Polres Jakarta Selatan dan Polres Jakarta Timur mengaku diancam oleh Suryo.
Suryo, kata Ian, bisa menemui kedua tersangka berkat bantuan Karyoto. Akibat kejadian ancaman yang diungkapkan, KPK memindahkan penahanan Dion dan juga Bernard ke Rutan KPK.
“Bahwa saat ini Kapolda menelepon Direktur Penyidikan KPK dengan marah serta memberikan ancaman apabila Muhammad Suryo dijadikan tersangka, maka akan ada pimpinan KPK yang menjadi tersangka juga. Para penyidik pun juga diancam antara lain Alfred Tilukay, Anwar Munajah dan Allen Arthur Duma juga mengalami ancaman oleh Kapolda Metro Jaya,” jelas Ian.
Pada 21 Agustus 2023 Ian mengatakan bahwa KPK melakukan ekpose atau gelar perkara perkembangan penyidikan dan perkara DJKA meluas menjadi lima klaster termasuk di dalamnya terdapat nama Suryo bersama dengan para pihak lainnya sebagai penerima.
“Lagi-lagi Kapolda Metro Jaya mendatangi Nawawi Pomolango (saat itu menjabat Wakil Ketua KPK) dan menyampaikan kata-kata: ‘jangan mentersangkakan Suryo. Kalau Suryo ditersangkakan, maka Pak Ketua akan ditersangkakan’. Hal ini disampaikan oleh Nawawi Pomolango kepada Alex Marwata (Wakil Ketua KPK),” lanjut Ian.
Diketahui, selain mengancam Nawawi, Karyoto juga mengancam Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron agar Suryo tidak dijadikan tersangka dan apabila Suryo menjadi tersangka maka semua pimpinan KPK akan ditersangkakan Polda Metro Jaya.
“Ucapan ancaman tersebut juga disampaikan kepada Johanis Tanak melalui telepon yang di-louspeaker oleh Johanis Tanak dan didengar oleh ajudan dan sopir Johanis Tanak. Disampaikan oleh Johanis Tanak kepada Alex Marwata,” ungkap Ian.
“Sehingga dengan demikian pada dasarnya penegakan hukum yang dilakukan oleh termohon (Karyoto) bukan berdasarkan bukti tetapi untuk menyembunyikan dan melindungi Muhammad Suryo dkk agar tidak ditetapkan sebagai tersangka korupsi pada perkara DJKA,” ujar Ian.
Agenda sidang pembacaan duplik yang digelar di PN Jakarta Selatan hari ini, Rabu, 13/12/2023, Tim Advokasi Bidang Hukum Polda Metro Jaya (Bidkum PMJ) membantah replik di atas dan menilai dalil pihak pemohon tidak ada relevansinya dengan kasus yang sedang diuji di Praperadilan.
“Tanggapan pemohon bahwa terhadap dalil pemohon tersebut, termohon tidak perlu menanggapinya,” ujar anggota Tim Advokasi Bidkum PMJ.
“Karena dalil pemohon tersebut tidak pernah pemohon sampaikan dipermohonan terdahulu sehingga sangatlah bias dan tidak ada relevansinya sama sekali dengan penetapan pemohon sebagai tersangka,” lanjut anggota Tim Advokasi Bidkum PMJ.
Tim Advokasi Bidkum PMJ menilai dalil pemohon penuh asumsi, sesat dan mengada-ada.
“Selain itu, dalil pemohon merupakan asumsi yang sesat dan mengada-ada dari pemohon sebagai upaya menggiring opini dan mengaburkan tujuan dari Praperadilan sebagai bentuk kepanikan pemohon dan upaya pemohon menghindar dari tanggung jawab hukum akibat perbuatan tindak pidana pemerasan atau penerimaan gratifikasi atau penerimaan hadiah atau janji oleh pegawai negeri atau penyelenggara negara yang disangkakan oleh termohon terhadap pemohon,” imbuh anggota Tim Advokasi Bidkum PMJ.
Tim Advokasi Bidkum PMJ meminta hakim tunggal Praperadilan PN Jakarta Selatan Imelda Herawati untuk menolak permohonan Praperadilan pemohon secara seluruhnya.*