Debat Capres Minim Gagasan Antikorupsi

Ganjar Pranowo, Prabowo Subianto, dan Anies Baswedan dalam acara Debat Pertama Calon Presiden (capres) Pemilu 2024 di kantor KPU Pusat, kawasan Menteng, Jakarta Pusat, Selasa 12/12/2023 | Youtube KPU RI
Ganjar Pranowo, Prabowo Subianto, dan Anies Baswedan dalam acara Debat Pertama Calon Presiden (capres) Pemilu 2024 di kantor KPU Pusat, kawasan Menteng, Jakarta Pusat, Selasa 12/12/2023 | Youtube KPU RI

FORUM KEADILAN – Isu pemberantasan korupsi menjadi salah satu topik di debat perdana calon presiden (capres) 2024 yang digelar di Gedung Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI, Jakarta Pusat, Selasa 12/12/2023. Namun, ketiga capres dipandang minim gagasan antikorupsi.

Dalam kesempatan tersebut, capres nomor urut satu sampai tiga, yaitu Anies Baswedan, Prabowo Subianto, dan Ganjar Pranowo satu suara untuk memberantas korupsi hingga tuntas, memperkuat KPK dan juga menyelesaikan RUU Perampasan Aset.

Bacaan Lainnya

Pada sesi kedua debat capres, Ganjar mendapat pertanyaan dari moderator tentang terobosannya untuk mengembalikan aset negara dan memberikan efek jera terhadap koruptor. Ganjar menyebut, hal pertama yang harus dilakukan ialah dengan pemiskinan koruptor dan juga membereskan RUU Perampasan Aset.

Selain itu, ia juga berjanji akan membawa koruptor ke Nusa Kambangan. Namun, kata dia, hal yang paling penting dilakukan yaitu, menunjukkan jiwa pemimpin yang hidup sederhana dan membumi.

Anies Baswedan, setali tiga uang dengan Ganjar. Ia setuju agar koruptor dibuat jera dan RUU Perampasan Aset segera disahkan. Mantan Gubernur DKI Jakarta ini menyebut, marwah independensi KPK harus dikembalikan dengan merevisi UU KPK.

Kemudian, ia juga ingin melibatkan publik dalam gerakan antirasuah dengan memberikan ‘hadiah’ kepada masyarakat yang turut dalam giat pemberantasan korupsi. Hal terakhir yang ia sampaikan ialah menetapkan standar tinggi untuk pimpinan KPK di masa mendatang.

Sementara, Prabowo setuju-setuju saja dengan gagasan yang disampaikan Ganjar. KPK harus diperkuat dan korupsi mesti diberantas sampai ke akar. Selain memperkuat KPK, Prabowo juga berjanji akan memperkuat lembaga lain seperti Kepolisian, Kejaksaan, Ombudsman, dan lembaga pengawas lain seperti Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) guna membantu memitigasi korupsi.

Namun, gagasan antikorupsi dari ketiga capres tak menjadi sesuatu yang menarik bagi Koordinator Indonesia Corruption Watch (ICW) Agus Sunaryanto. Ia menilai, gagasan ketiga calon masih sangat umum dan bukan barang baru.

“Secara keseluruhan, perampasan aset dan penguatan KPK, idenya bagus. Tetapi masih sangat normatif. Cuma memang yang diperlukan adalah menjelaskan ide itu kepada publik,” ucap Agus kepada Forum Keadilan, Rabu 13/12/2023.

Agus menggarisbawahi soal RUU Perampasan Aset yang sampai saat ini belum dibahas di Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). Menurutnya, jika para capres sungguh-sungguh serius ingin mengesahkan RUU tersebut, mereka harus meminta para wakil mereka di Senayan untuk segera melakukan pembahasan.

“Setelah masa reses, segera lakukan pembahasan. Masih ada waktu sekitar 1 tahun. UU Cipta Kerja saja cepat, masa perampasan aset tidak,” tegasnya.

Agus berpandangan, jika masa reses selesai dan setelahnya tidak ada pembahasan RUU Perampasan Aset, maka apa yang dikatakan capres tersebut hanya gimik dan omong kosong belaka.

Ia melanjutkan, RUU Perampasan Aset tidak hanya membahas korupsi, melainkan soal kejahatan finansial lain seperti Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO), narkotika, dan lainnya.

Sedangkan soal pemiskinan koruptor, ia sepakat, karena itu merupakan cara efektif untuk membuat koruptor jera. Sebab koruptor, tidak takut hukuman penjara dan mati. Mereka hanya takut dimiskinkan.

“Selama hartanya tidak diambil dan hukumannya berat, nanti dia bisa ajukan Kasasi, PK (Peninjauan Kembali) dan akhirnya dikorting hukumannya. Bahkan selama dipenjara, bisa dibeli fasilitas mewah,” ucapnya.

Ia berharap, presiden di masa mendatang dapat mengembalikan independensi lembaga KPK dan juga menyeleksi pimpinan dengan menetapkan standar yang tinggi. Sekaligus mengembalikan pegawai yang dipecat karena Tes Wawasan Kebangsaan (TWK) dan memulihkan nama mereka.

Sementara, Peneliti Transparansi Internasional Indonesia (TII) Alvin Nicola punya pandangan lebih menohok sedikit. Ia menyebut, seluruh kandidat presiden tidak memiliki rencana strategis dalam pemberantasan korupsi yang konkret. Pembahasan isu pemberantasan korupsi di debat capres perdana, menurutnya sangat mengecewakan dan patut diberi rapor merah.

Baginya, semua kandidat melihat antikorupsi sebagai komoditas politik lima tahunan belaka. Padahal, praktik korupsi merupakan hulu dari berbagai macam masalah demokratisasi, yang perlu menjadi prioritas.

“Pemiskinan koruptor misalnya, ini memang isu penting. Tetapi hanya jadi satu dari sekian banyak strategi pemberantasan korupsi,” ucapnya kepada Forum Keadilan, Rabu 13/12.

Alvin menjabarkan, dalam lima tahun terakhir, lebih dari Rp60.000 triliun negara rugi akibat korupsi. Namun, hanya kurang dari 10% yang berhasil dikembalikan.

“Artinya, butuh upaya lebih jauh dari sekadar mendudukan RUU Perampasan Aset sebagai obat jitu. Perlu nantinya diperkuat dengan merevisi UU Tipikor (Tindak Pidana Korupsi), UU TPPU (Tindak Pindana Pencucian Uang) dan RUU Pembatasan Transaksi Uang Kartal,” tuturnya.

Soal Revisi UU KPK, Alvin sepakat dengan Agus. Revisi tersebut diperlukan untuk mengembalikan marwah yang hilang. Isu relevan lainnya, kata dia, adalah memperberat vonis terpidana korupsi, serta sanksi sosial, terutama memperketat ketentuan mantan napi koruptor yang ingin duduk di jabatan-jabatan publik.

 

Menanti Kejelasan RUU Perampasan Aset

Terkait RUU Perampasan Aset sendiri, hingga kini belum dibahas di DPR. Padahal, Presiden Joko Widodo (Jokowi) telah melayangkan surat presiden dan draf RUU Perampasan Aset sejak bulan Mei lalu. Pada pidato perayaan Hari Anti Korupsi Internasional (Harkodia), Jokowi juga meminta agar DPR dan Pemerintah segera membahas dan mengesahkan RUU tersebut.

Menurutnya, regulasi ini cukup penting untuk memberikan efek jera kepada para koruptor, sekaligus mengembalikan kerugian negara.

“Menurut saya, UU Perampasan Aset tindak pidana penting segera diselesaikan. Karena ini mekanisme pengembalian kerugian negara, dan bisa berikan efek jera,” ucap Jokowi, Selasa 12/12.

Dihubungi terpisah, anggota Komisi III Fraksi PDIP Johan Budi S Pribowo menyebut, DPR sedang masa reses dan belum ada pembahasan RUU tersebut.

“Sekarang DPR masih masa reses, jadi belum ada rapat rapat lagi. Kalau RUU Perampasan Aset sudah masuk dalam Prolegnas 2023 -2024,” ucapnya kepada Forum Keadilan, Rabu 13/12.

Sementara itu, Mulfachri Harahap dari Fraksi Partai Amanat Nasional mengaku tak tahu apakah RUU ini sudah masuk dalam daftar prioritas atau belum. Jika sudah masuk, ia ragu RUU ini dapat diselesaikan oleh DPR.

“Ya karena waktunya mepet, sementara di Komisi ada beberapa undang-undang yang pembahasannya masih setengah jalan. Menurut urutannya kan harus diselesaikan duluan, seperti UU Narkotika, UU Acara Perdata, dan lainnya,” katanya kepada Forum Keadilan, Rabu 13/12.

Meski belum disahkan secara hukum, menurutnya praktik perampasan aset dalam dunia peradilan sudah lebih dulu dijalankan. RUU Perampasan Ases, menurut Mulfachri juga masih ‘debatable’, di mana banyak yang beranggapan RUU ini diperlukan. Namun, tidak mendesak karena praktiknya sudah diterapkan.

“Banyak putusan pengadilan dalam perkara korupsi yang memerintahkan agar mengambil harta dari tersangka korupsi yang terbukti, terkait kerugian negara. Itu sama dengan perampasan aset,” terangnya.

Namun, Mulfachri menegaskan bahwa seluruh fraksi yang berada di DPR memiliki semangat yang sama dalam memberantas korupsi. Mereka melihat kejahatan tersebut sebagai suatu kejahatan yang harus diperangi secara bersama.

Tetapi ada juga hal yang mengganjal jika RUU ini disahkan dan diberlakukan. Ia melihat aparatur penegak hukum (APH) dan sistem peradilan belum sepenuhnya baik dan ‘sophisticated’. Ia khawatir, RUU ini dijadikan oknum tertentu untuk memeras tersangka.

Untuk itu Mulfachri beranggapan, jauh lebih baik apabila penegakan hukum di bidang pemberantasan korupsi diperkuat, sejalan dengan adanya perubahan struktural dan kultural dari APH.

“Sepanjang perubahan kultural dan struktural belum kita yakini terjadi di tubuh APH, keberadaan undang-undang baru akan dimanfaatkan oleh oknum tertentu, demi kepentingan yang tidak bertanggung jawab,” pungkasnya.*

Laporan Syahrul Baihaqi

Pos terkait