Senin, 07 Juli 2025
Menu

Mencari Motif Pengakuan Agus Rahardjo

Redaksi
Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) periode 2015-2019 Agus Rahardjo | Ist
Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) periode 2015-2019 Agus Rahardjo | Ist
Bagikan:

FORUM KEADILAN – Pengakuan Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) periode 2015-2019 Agus Rahardjo membuat geger. Waktunya yang tidak tepat, membuat motif Agus diperdebatkan.

Dalam wawancaranya di sebuah stasiun televisi, Agus Rahardjo bercerita, dia pernah diminta Presiden Joko Widodo (Jokowi) untuk menghentikan penanganan korupsi e-KTP yang menyeret Setya Novanto (Setnov).

Tetapi, kata Agus, ia tidak menuruti perintah Jokowi dengan alasan Surat Perintah Dimulainya Penyidikan (Sprindik) sudah ditandatangani oleh pimpinan KPK, tiga pekan sebelum pertemuan tersebut.

Presiden Jokowi pun angkat bicara terkait hal ini. Ia mengatakan, dirinya telah menugaskan Kementerian Sekretariat Negara untuk memeriksa agenda pertemuan yang diungkapkan Agus. Namun, kata dia, agenda itu tidak ada.

Jokowi juga menyebut bahwa dirinya saat itu memerintahkan agar kasus Setnov diproses sesuai hukum. Selain itu, politisi Golkar tersebut juga sudah divonis 15 tahun.

“Terus untuk apa diramaikan itu? Kepentingan apa diramaikan itu? Untuk kepentingan apa?” kata Jokowi di Istana Negara Senin, 4/12/2023.

Hal yang sama juga diungkapkan oleh Juru Bicara Tim Kampanye Nasional (TKN) Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka, Grace Natalie. Ia pun mempertanyakan soal waktu pengakuan Agus yang berdekatan dengan Pilpres 2024.

“Ada sejumlah kejanggalan dari pernyataan Pak Agus. Soal timing, kalau benar ada intervensi, kenapa baru teriak sekarang, di saat pemilu sudah tinggal menghitung hari. Apapun isu yang naik jelang pemilu, aroma politisnya sangat kuat,” kata Grace kepada Forum Keadilan, Senin 4/12.

Menurut Grace, sulit membedakan apakah pernyataan itu tidak ditunggangi pihak tertentu. Sebab, suhu politik di Indonesia saat sekarang ini sedang tinggi.

“Sulit untuk dikatakan tidak ada. Memang ini momen politik. Suhu politik sedang tinggi-tingginya. Soal validitas juga, menurut catatan Istana, agenda pertemuan itu tidak ada. Dan faktanya, Pak Setnov sudah diadili dan tengah menjalani hukuman,” tegasnya.

Wakil Ketua Dewan Pembina Partai Solidaritas Indonesia (PSI) itu mengaku, sebenarnya pihaknya tidak khawatir elektabilitas Prabowo-Gibran akan turun karena adanya pengakuan Agus. Tetapi menurutnya, pengakuan itu sendiri merupakan sebuah ironi.

“Ini bukan soal elektabilitas. Tapi sangat ironis jikalau kualitas kampanye dari timses (tim sukses), simpatisan, serendah ini. Menyebar fitnah dan kebohongan adalah cara yang sangat rendah dan menunjukkan mental orang yang tidak percaya diri bisa menang,” pungkasnya.

Sementara itu, pernyataan berbeda datang dari Peneliti Senior Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Prof Firman Noor. Menurut Firman, pengakuan Agus bisa saja benar terjadi.

“Saya melihatnya ke aktivis antikorupsi bahwa itu benar, meski saya tidak menyaksikan langsung. Saya mendapatkan sumber sama dengan yang lain, dari Pak Agus. Ya apa salahnya mempercayai itu,” ujar Firman kepada Forum Keadilan, 4/12.

Ia menjelaskan, Agus sudah selesai di KPK. Jadi menurutnya, Agus tidak mencari masa atau dukungan, dan integritasnya tidak punya kepentingan apapun.

“Dia tidak terafiliasi kelompok politik tertentu dan dari motivasinya dia tidak ditunggangi pihak tertentu,” imbuhnya.

Meskipun begitu, Firman juga menyayangkan Agus yang baru sekarang buka suara.

“Mungkin dia menjelaskan apa yang sebetulnya terjadi secara internal. Saya juga menyayangkan, ‘kenapa baru sekarang’. Tetapi, itu lebih baik daripada tidak sama sekali,” lanjutnya.

Kemudian soal sanggahan yang datang dari TKN Prabowo-Gibran, menurutnya memang sudah tugas tim kemenangan untuk melindungi pasangan yang mereka dukung.

“Memang tugas TKN meng-counter apapun yang punya tendensi ke Jokowi. Karena Jokowi, Prabowo, Gibran mereka satu paket. Harus dilindungi,” paparnya.

Senada dengan Firman, Peneliti Saiful Mujani Research and Consulting (SMRC) Saidiman Ahmad menilai bahwa tiada maksud lain di balik pernyataan Agus. Menurutnya, Agus murni memperlihatkan keprihatinannya terhadap kondisi lembaga antirasuah itu.

“Saya melihat itu bagian dari keprihatinan dia soal keadaan sekarang,” katanya kepada Forum Keadilan, Senin 4/12.

Saidiman beranggapan, adanya dugaan intervensi mungkin bisa saja terjadi, karena Agus bukan berasal dari kelompok politik manapun.

“Berdasarkan pengakuan Pak Agus, hal itu benar dilakukan. Motif politiknya belum diketahui. Sangat mungkin pengungkapan itu dilakukan sebagai bagian dari keprihatinan melihat kondisi KPK sekarang yang sedang bermasalah,” lanjutnya.

Saidiman melanjutkan, mencari subtansi pengakuan Agus lebih penting daripada memperdebatkan soal kapan pengakuan itu dikemukakan.

“Kalau betul presiden melakukan intervensi pada proses hukum di KPK, itu akan menjadi skandal yang besar. Tapi yang lebih penting dari soal kapan itu dikemukakan adalah soal substansinya,” ungkapnya.

Saidiman juga tak menampik bahwa dugaan intervensi itu berpotensi mempengaruhi kredibilitas pasangan yang dekat dengan Jokowi.*

Laporan Merinda Faradianti