FORUM KEADILAN – Ketua MPR RI yang juga Wakil Ketua Umum Partai Golkar Bambang Soesatyo (Bamsoet) mengingatkan akan adanya tantangan kebangsaan yang dihadapi bangsa Indonesia saat ini. Salah satunya adalah potensi konflik horizontal di tengah kontestasi politik.
Bamsoet menjelaskan bahwa berdasarkan catatan sejarah setiap penyelenggaraan Pemilu akan meninggalkan residu persoalan.
Oleh karena itu, Bamsoet mengimbau masyarakat untuk menghindari paradigma klise pada Pemilu 2024, yang menurutnya dapat memicu konflik horizontal.
“Kontestasi politik tidak boleh memicu polarisasi masyarakat pada dua kutub-kutub yang berseberangan, baik sebelum, selama, hingga pasca penyelenggaraan Pemilu. Kita harus bercermin dari pengalaman sejarah bahwa konflik yang terlahir dari kontestasi politik, sering kali meninggalkan trauma dan bekas luka yang lama sembuhnya,” jelas Bamsoet dalam keterangannya, Jumat, 17/11/2023.
Bamsoet mengatakan, dalam konsepsi negara demokrasi, Pemilu harus dimaknai sebagai ajang adu gagasan, dan momentum untuk memperjuangkan aspirasi rakyat. Artinya, kata dia, Pemilu tidak seharusnya melahirkan percikan-percikan konflik, sehingga mengorbankan ikatan soliditas kebangsaan antara sesama anak bangsa.
“Tentunya, kita mengharapkan pemerintahan Presiden Jokowi dan Wakil Presiden KH. Ma’ruf Amin dapat mengawal proses Pemilu yang jujur, adil, damai, berkualitas, dan yang tidak kalah pentingnya, juga bermartabat. Pada akhirnya nanti, siapa pun yang terpilih menjadi Presiden dan Wakil Presiden Republik Indonesia, memiliki kewajiban konstitusional untuk membawa bangsa Indonesia ke arah yang lebih baik, lebih sejahtera, adil dan makmur,” ucap Bamsoet.
Bamsoet juga menyampaikan, saat ini Indonesia dihadapkan pada ancaman krisis dan hegemoni ekonomi-politik global. Menurutnya, bangsa Indonesia harus mengatasi ancaman krisis ekonomi-politik global.
“IMF memperkirakan sepertiga ekonomi dunia akan mengalami penyusutan. Bank Dunia memprediksi terjadinya resesi ekonomi global,” lanjutnya.
Bamsoet melanjutkan bahwa kondisi ini semakin diperparah oleh iklim geo politik global yang masih dijejali oleh perang Rusia-Ukraina.
Selain itu, eskalasi ketegangan Cina-Taiwan, potensi konflik di Semenanjung Korea, memburuknya hubungan antara Turki dan Yunani, serta ketegangan di kawasan Laut Cina Selatan. Belum lagi dengan adanya agresi yang dilakukan militer Israel ke Palestina.
“Di sisi lain, hegemoni ekonomi politik oleh negara-negara juga menjadi ancaman tersendiri, khususnya bagi negara seperti Indonesia. Dengan kekayaan sumber daya yang kita miliki, letak geografis yang strategis di antara dua benua dan dua samudera yang perairannya dilintasi 40 persen jalur perdagangan laut dunia, menempatkan kita sebagai ‘center of gravity‘ dan sekaligus menjadikan kita dalam posisi rentan terhadap pengaruh dan infiltrasi asing, serta ancaman keamanan maritim,” tutupnya.*