Soal Konflik Kepentingan di MK, Anwar Usman Ungkit Lagi Putusan Era Jimly hingga Mahfud MD

Anwar Usman memeberikan keterangan kepada wartawan usai putusan MKMK di Gedung Mahkamah Konstitusi, Jakarta Pusat, Rabu, 8/11/2023 | M. Hafid/Forum Keadilan
Anwar Usman memeberikan keterangan kepada wartawan usai putusan MKMK di Gedung Mahkamah Konstitusi, Jakarta Pusat, Rabu, 8/11/2023 | M. Hafid/Forum Keadilan

FORUM KEADILAN – Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Anwar Usman kembali mengungkit perkara-perkara MK terdahulu yang menurutnya melibatkan konflik kepentingan dari sejumlah Hakim MK dalam memutuskan perkara. Beberapa hakim yang disebutkan ialah Jimly Asshiddiqie, Mahfud MD, dan Saldi Isra.

Hal itu diungkap Anwar Usman usai ia diduga terlibat konflik kepentingan (conflict of interest) dalam putusan perkara Nomor 90/PUU-XXI/2023 terkait syarat usia minimal capres-cawapres.

Bacaan Lainnya

Dalam putusan MK Nomor 90 tersebut, orang yang pernah atau sedang menjabat sebagai kepala daerah bisa maju sebagai capres/cawapres.

Putusan MK Nomor 90 pun santer dikaitkan untuk meloloskan putra sulung Presiden Joko Widodo yang juga keponakan Anwar Usman, Gibran Rakabuming Raka, di panggung Pilpres, mengingat Gibran kini menjabat sebagai Wali Kota Solo meski masih berusia 36 tahun.

Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) dalam putusannya menegaskan bahwa Hakim Konstitusi sebagai negarawan memiliki kesadaran etik untuk mundur dari perkara yang berpotensi dirinya tidak objektif karena konflik kepentingan.

“Jadi adik-adik, rekan-rekan wartawan bisa melihat rangkaian cerita makna konflik kepentingan. Ternyata mulai dari tahun 2003 di pada kepemimpinan pak Jimly Asshiddiqie sudah ada dan itu ada beberapa putusan,” ungkap dalam konferensi pers di Gedung MK, Jakarta Pusat, Rabu, 8/11/2023.

Anwar Usman menyinggung pada hal tersebut dengan merujuk pada Putusan Nomor 48/PUU-IX/2011 dan Putusan Nomor 49/PUU-IX/2023.

“Jadi sejak zaman Prof Jimly mulai tahun 2003 sudah ada pengertian dan penjelasan tentang conflict of interest,” katanya.

“Saya sambung, putusan Nomor 48/PUU-IX/2011, kemudian Putusan Nomor 49/PUU-IX/2023 di era Kepemimpinan Prof. Mahfud MD,” tambahnya.

Menurut Anwar Usman, isu konflik kepentingan yang melibatkan koleganya Saldi Isra secara langsung merujuk perkara Nomor 96/PUU-XVIII/2020.

Pada di era tersebut, putusan MK ialah menolak permohonan perubahan pada Pasal 87b tentang syarat Hakim Konstitusi harus berusia minimal 55 tahun dan Saldi saat itu belum mencapai umur 55 tahun tidak mengundurkan hingga turut memutus permohonan tersebut.

“Termasuk kepentingan langsung Prof Saldi Isra dalam pasal 87b terkait usia yang belum memenuhi syarat,” lanjutnya.

Anwar Usman menyatakan bahwa keputusannya dalam memutuskan perkara terkait keponakannya, Gibran, yang akan maju sebagai calon wakil presiden dalam Pilpres 2024, sesuai dengan norma dan asas kehakiman.

“Dalam penanganan perkara Nomor 90/PUU-XXI/2023 sebagai hakim karier, saya tetap mematuhi asas dan norma yang berlaku di dalam memutus perkara,” tutupnya.*