FORUM KEADILAN – Anwar Usman hanya dilengserkan dari kursi Ketua Mahkamah Konstitusi (MK). Tidak dipecatnya paman Gibran Rakabuming Raka dari jajaran hakim MK, membuat integritas lembaga tinggi negara itu dipertanyakan.
Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) menyatakan Anwar Usman terbukti melanggar kode etik dalam memutuskan perkara Nomor 90/PUU-XXI/2023 soal batas usia calon presiden dan calon wakil presiden (capres-cawapres) minimal 40 tahun, atau pernah/sedang menduduki jabatan yang dipilih melalui pemilihan umum termasuk pemilihan kepala daerah.
Anwar Usman dicopot dari jabatannya. Tetapi, ia tidak dipecat.
Ketua MKMK Jimly Asshiddiqie mengatakan, MKMK tidak memecat Anwar Usman karena ada peraturan MK (PMK) Nomor 1 Tahun 2023 tentang MKMK, bahwa hakim yang dijatuhi sanksi pemecatan diberikan kesempatan untuk membela diri atau banding.
MKMK khawatir, proses pembelaan diri nantinya jutru menimbulkan ketidakpastian hukum di tengah proses Pemilu 2024.
Kemudian, datanglah gelombang desakan dari sejumlah pihak yang meminta agar Anwar Usman mengundurkan diri dari MK.
Pengamat Hukum Tata Negara sekaligus Pendiri Pusat Studi Hukum dan Kebijakan (PSHK), Bivitri Susanti pun setuju. Kata dia, ketika MK ingin dipercaya publik lagi dengan integritasnya, maka mau tidak mau Anwar Usman harus keluar dari jajaran majelis hakim.
“Ketua MK yang baru mungkin akan bisa mengembalikan marwah MK. Tetapi yang terpenting, faktor besarnya, justru ketika Anwar Usman masih di sana. Jadi, Anwar Usman harus keluar,” katanya kepada Forum Keadilan, Kamis, 9/11/2023.
Bivitri menyebut, dengan keberadaannya di MK, Anwar Usman seperti kurang memahami konsep integritas yang baik. Untuk itu ia menilai, Anwar Usman belum memenuhi konsep bahwa Ketua MK harus seorang negarawan tanpa ada tujuan kepentingan lain.
Anwar Usman sendiri sempat menuding adanya skenario di balik putusan Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) yang menurunkannya dari kursi Ketua Mahkamah Konstitusi (MK).
Ia juga membantah tudingan yang selama ini dilayangkan terhadapnya, dalam penanganan perkara batas usia capres-cawapres. Kata Anwar Usman, itu fitnah yang tidak beralas hukum.
Menurut Bivitri, pembelaan tersebut, malah membuat integritas Anwar Usman diragukan.
“Dia berdalih jabatan dari Allah, dalam sebuah negara modern itu soal akuntabilitas. Dia melakukan itu seperti dia tidak berintegritas dalam bekerja. Kenapa masih di MK sedangkan dia enggak melakukan apa-apa. Karena masa-masa sibuk di MK itu pas sengketa Pemilu. Kalau dia masih di sana maka akan mengganggu kinerja MK itu sendiri,” tegas Bivitri.
Pakar Hukum Tata Negara Universitas Andalas Feri Amsari juga sama pendapatnya.
Menurut Feri, langkah MKMK untuk menurunkan Anwar Usman dari Ketua MK merupakan keputusan yang tepat. Tetapi agar marwah MK tetap terjaga, siapapun hakim MK yang terbukti melanggar etik sudah seharusnya diganti.
“Hakim-hakim yang punya masalah etik ya harus diganti. Catatan pelanggaran etik kan sudah ada, apalagi hakim yang dipilih dengan cara-cara tidak benar,” katanya kepada Forum Keadilan, Kamis 9/11.*
Laporan Merinda Faradianti