FORUM KEADILAN – Keputusan Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) terkait Anwar Usman, yang dicopot dari jabatan Ketua MK tapi tidak dipecat dari Hakim MK, menimbulkan pertanyaan besar bagi tujuh mantan Hakim MK.
Salah satu eks Hakim MK Maruarar Siahaan menyatakan bahwa hukuman terhadap Anwar menjadi bentuk usaha yang sudah maksimal demi tidak menghambat ke depannya.
Namun, Maruarar menilai, keputusan MKMK untuk tidak langsung memberhentikan Anwar didasari oleh pertimbangan kepentingan. Anwar dianggap masih memungkinkan untuk tidak segera dicopot dari jabatannya karena merupakan ipar Presiden Joko Widodo (Jokowi).
“Sorry to say, Pak Anwar adalah ipar presiden,” ujar Maruarar dalam keterangannya, Rabu, 8/11/2023.
Maruarar juga menjelaskan bahwa proses pemberhentian Ketua MK memerlukan pengesahan dari presiden. Oleh karena itu, kemungkinan adanya faktor hubungan keluarga dengan presiden memperkuat alasan keputusan MKMK.
Maruarar menyebut, hukuman yang diberikan pada Anwar sepertinya hanya akan efektif dalam lembaga yang menerapkan budaya malu. Sebab, dalam negara yang menerapkan budaya tersebut, para pelanggar secara langsung akan mengundurkan diri jika terlibat dalam kasus seperti MK.
Pendapat serupa juga disampaikan oleh mantan Ketua MK tahun 2013-2015 Hamdan Zoelva. Ia berpendapat bahwa kasus serupa pernah terjadi sebelumnya.
Pada waktu itu, Arsyad Sanusi, yang menjabat sebagai Hakim Konstitusi, mengundurkan diri dari jabatannya karena melanggar kode etik. Maka dari itu, Hamdan mengatakan bahwa apakah Anwar Usman mundur atau tidak, bergantung pada sikap pribadi masing-masing hakim.
“Berpulang pada masing-masing hakim itu sendiri,” tegas Hamdan Zoelva.*