Cegah Bullying, DPR Usul Pembentukan Satgas

Ilustrasi bullying
Ilustrasi bullying | ist

FORUM KEADILAN – Wakil Ketua Komisi X DPR RI Hetifah Sjaifudian mengutuk tindakan bullying yang terjadi di salah satu sekolah di Cimanggu, Cilacap, beberapa waktu lalu.

Menurutnya, korban harus dilindungi dan diberikan pendampingan psikologis hingga mereka benar-benar dapat kembali ke sekolah untuk melanjutkan proses belajar.

Bacaan Lainnya

“Di samping itu, saya mengharapkan bahwa Merdeka Belajar Episode 25 tentang penanganan dan pencegahan tindak kekerasan di sekolah benar-benar mampu diimplementasikan oleh sekolah,” kata Hetifah kepada Forum Keadilan, Senin, 2/10/2023.

Hetifah menekankan bahwa kebijakan ini tidak hanya untuk melindungi siswa, tetapi juga untuk melindungi guru dan staf pendidikan di sekolah, karena belum lama ini ada guru yang mengalami intimidasi dari murid atau orang tua murid.

“Saya mengharapkan setelah kebijakan ini diterapkan, harus ada satgas yang dibentuk di masing-masing sekolah untuk mengantisipasi hal buruk seperti ini terulang lagi,” ujarnya.

Selain itu, Hetifah juga menekankan pentingnya peran orang tua dalam lingkungan keluarga untuk mengajarkan bahwa pendidikan karakter sangat diperlukan dalam membentuk anak-anak yang memiliki budi pekerti yang luhur.

Anggota fraksi Partai Golkar itu juga memberikan beberapa saran mengenai maraknya kasus bullying, khususnya di lingkungan sekolah.

“Setiap satuan pendidikan harus secara aktif memastikan adanya zero tolerance policy terhadap perundungan dan kekerasan di sekolah, bukan malah menutup-nutupi atau menyangkalnya,” tuturnya.

Oleh sebab itu, Hetifah menegaskan bahwa setiap sekolah harus memiliki prosedur operasional standar (SOP) untuk menerima pengaduan terkait kasus perundungan, seperti dengan membentuk Satuan Tugas Pencegahan dan Penanganan Kekerasan di Lingkungan Pendidikan.

“Bagaimana mencegah dan menanggulangi praktik perundungan harus menjadi bagian dari proses edukasi guru dan kepala sekolah,” tambahnya.

Dalam upaya menanggulangi masalah ini, Hetifah juga mengingatkan bahwa guru tidak hanya bertanggung jawab terhadap perkembangan akademis siswa, tetapi juga harus memperhatikan kesehatan fisik dan mental (kesejahteraan) setiap murid.

“Guru harus menjadi lini pertama yang mengenali dan mendeteksi potensi terjadinya perundungan, sehingga bisa bersikap lebih proaktif bukan reaktif semata,” katanya.

Hetifah juga mengingatkan murid-murid bahwa semua orang memiliki martabat yang sama dan tidak ada yang memiliki hak untuk merendahkan murid lainnya atas alasan apa pun.

“Peran orang tua juga tak kalah penting untuk memberikan pemahaman bahaya perundungan dan memastikan anak-anak mereka tidak menjadi korban apalagi pelaku perundungan,” pungkasnya.

Menarik perhatian banyak pihak, termasuk UNICEF, Hetifah berpendapat bahwa tidak lah mengherankan jika UNICEF atau lembaga-lembaga yang peduli pada hak-hak anak ikut prihatin terhadap kasus bullying tersebut.

“Untuk menghilangkan bullying, kami Komisi X meyakini pendekatan anti-bullying harus jelas dan komprehensif. Bukan hanya aspek pendidikan yang harus ditekankan, tapi juga aspek kebudayaan, yang didasarkan pada prinsip-prinsip penghormatan, empati, dan pengertian,” tandasnya.*

Laporan Novia Suhari

Pos terkait