FORUM KEADILAN – Peneliti Kebijakan Publik di Intitute for Development of Policy and Local Partnership (IDP-LP) Riko Noviantoro mengatakan persoalan kabel utilitas yang semrawut, sehingga menimbulkan korban merupakan tanggung jawab pemerintah dan pihak penyedia kabel.
“Prinsip keselamatan adalah hak publik paling dasar. Bisa itu di dalam rumah maupun di luar rumah itu hak dasar yang harus dipenuhi. Pertanyaannya, ketika dia di ruang publik keselamatan jadi kewajiban siapa. Tentu saja jadi kewajiban negara. Nah, dalam kasus kabel ini tentu kita turunkan penyelenggaranya, tentu pihak swasta. Tapi pihak swasta juga tidak mudah karena swasta merasa belum ada utilitas yang belum disediakan oleh pemerintah untuk pemasangan kabel bawah tanah,” katanya kepada Forum Keadilan, Jumat 11/8/2023.
Sebab, seharusnya kabel-kabel tersebut sudah ditempatkan di bawah tanah bukan lagi menggantung di udara. Tak hanya itu, Riko menuturkan pemerintah juga harus hadir dan menyediakan sarana utility box agar kabel tersebut dapat dipindahkan ke bawah tanah.
“Jadi kalau kita menarik secara lebih jauh persoalan yang paling penting bahwa regulasi kita belum menyediakan itu. Seharusnya kabel-kabel itu sudah ada di bawah tanah. Di jalur yang sifatnya umum seharusnya sudah bisa terkendali di bawah tanah. Apalagi kebutuhan internet kabel semakin besar, jadi ketersediaan ruang utility box perlu,” lanjutnya.
Seharusnya, sebut Riko, pemerintah melalui Pemerintah Daerah mengarahkan pihak swasta atau penyedia kabel utilitas untuk melakukan penataan kabel internet. Di langkah awal, pemerintah harus menyediakan utility box, sehingga provider memiliki tempat untuk memindahkan kabel udara jadi kabel bawah tanah.
“Pemerintah yang menyediakan utility box karena tanahnya negara nggak mungkin tanah swasta dan pengadaannya harus biaya negara. Sebenarnya utility box itu bisa jadi pendapatan daerah jika disediakan. Tapi kembali lagi yang bertanggung jawab ya penyelenggara kabel karena seharusnya kabel itu dipasang dengan situasi yang aman. Kemudian pemerintah segera melakukan penyediaan utility box karena kasus ini bisa jadi momentum untuk penyediaan itu,” pungkasnya.
Riko melanjutkan, pengadaan utility box juga tidak mudah karena ketersediaan tanah untuk pembangunan itu. Untuk pengadaan utility box, pemerintah harus menyediakan lahan dan biaya yang tidak sedikit.
“Terkait utility box memang tidak mudah karena ketersedian tanah. Kemudian pihak pemerintah baru melakukan pengadaan itu. Kalau sudah begitu baru pihak swasta memindahkan dari udara ke bawah tanah. Utility box berkaitan dengan lahan harus ada biaya yang harus tersedia, karena itu kan investasi bisa diambil keuntungan. Karena saat orang pasang kabel kan dia nyewa sarana. Kemudian sarana itu bisa masuk ke pendapatan daerah. Masalahnya pemerintah belum menyediakan itu karena duit, saya pikir kan itu modal ya,” ungkapnya.
Riko berpendapat, dalam kasus kabel utilitas udara yang semrawut, dan membahayakan masyarakat ini pemerintah harus ikut campur, karena pihak swasta sebagai penyedia tidak bisa langsung membuat utility box sendiri, sebab terkendala lahan.
“Swasta pasti nggak mau karena pemindahan itu mesti menggunakan biaya tambahan apalagi itu tanah bukan tanah negara. Ditambah standar untuk penyediaan itu juga standar harus dipatuhi. Nggak hanya gali tanah terus pasang kotak beton karena harus dilihat ke depan, pertambahan kabel itu berapa, dinding di dalam box harus bisa mencukupi karena kalau tiba-tiba jadi penuh kan juga nggak bisa dan itu kan sepanjang jalan di mana kabel itu akan digunakan,” tutupnya.
Sebelumnya, kabel melintang di tengah jalan mencelakakan seorang mahasiswa bernama Sultan Rif’at Alfatih (20) pada 5 Januari 2023 sekitar pukul 23.00 WIB.
Sultan kini bernapas menggunakan alat bantu, serta sulit berbicara dan makan setelah terjerat kabel optik yang melintang dan menjuntai di Jalan Antasari Raya, Cilandak, Jakarta Selatan. Tulang tenggorokan Sultan pun patah.
Setelah Sultan, dampak kabel semrawut di Jakarta juga menimpa seorang pengemudi ojek online bernama Vadim (38). Vadim terkena Kabel Telkom yang melintang di tengah jalan di Jalan Brigjen Katamso, Palmerah, Jakarta Barat (Jakbar) pada, Sabtu, 29/7 dini hari.
Vadim terperosok jatuh sebelah kanan. Vadim sempat dilarikan ke rumah sakit, namun nyawanya tak tertolong.*
Laporan Merinda Faradianti