Fenomena PPDB Ciptakan Kecurangan Baru di Sistem Pendidikan

FORUM KEADILAN – Sistem pelaksanaan Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) 2023 lewat jalur zonasi lagi dan lagi dikeluhkan masyarakat, khususnya orang tua murid.

Beragam kecurangan diduga menjadi pemicu dari keresahan tersebut. Salah satu yag paling lazim adalah menitipkan nama anaknya ke kartu keluarga (KK) pada warga di sekitar sekolah yang dituju. Tujuannya tentu saja agar sang anak dapat masuk ke sekolah favorit meski jaraknya dari rumah jauh.

Bacaan Lainnya

Sistem zonasi sejatinya merupakan upaya pemerintah dalam mengurangi kesenjangan yang terjadi di masyarakat dalam masalah pendidikan. Hal ini merupakan amanat dari nawa cita Presiden Joko Widodo (Jokowi) dan Wakil Presiden saat itu, Jusuf Kalla.

Sistem zonasi merupakan salah satu kebijakan yang ditempuh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) untuk menghadirkan pemerataan akses pada layanan pendidikan, serta pemerataan kualitas pendidikan nasional.

Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) saat itu, Muhadjir Effendy menyampaikan bahwa zonasi menjadi salah satu strategi pemerintah dan diterapkan sejak 2017.

“Sistem zonasi ini merupakan puncak dari rangkaian kebijakan di sektor pendidikan yang kita terapkan dua tahun terakhir ini. Tujuannya untuk mengurangi, kalau perlu menghilangkan ketimpangan kualitas pendidikan, terutama di sistem persekolahan,” ungkap Muhadjir Effendy pada 2017 lalu.

Ia berpendapat selama ini adanya ketimpangan antara sekolah yang dipersepsikan sebagai sekolah favorit dan sekolah tidak favorit. Selain itu, terdapat pula fenomena peserta didik yang tidak bisa menikmati pendidikan di dekat rumahnya karena faktor capaian akademik. Hal tersebut dinilai tidak benar dan dirasa tidak tepat mengingat prinsip keadilan.

Kendati demikian, upaya untuk pemerataan pendidikan ini nyatanya menimbulkan banyak masalah.

Wali Kota Bogor, Bima Arya Sugiarto bahkan tutun tangan menelusurinya secara langsung.

“Ada beberapa rumah tidak ditemukan nama anak itu dan ada yang mencurigakan juga, koordinatnya dekat, tetapi ketika mendaftar alamatnya jauh gitu ya, jadi saya kira ini betul-betul ada permainan,” ungkap Bima, sekali waktu.

Selain di Bogor, kecurangan migrasi KK untuk mengincar sekolah favorit juga terjadi di Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY).

Ombudsman Republik Indonesia Perwakilan DIY menemukan, masih ada yang tiba-tiba berdomisili dekat dengan sekolah.

“Tapi memang itu KK-nya terverifikasi. Hanya memang dinas tidak melakukan verifikasi lapangan apakah orangtua dan keluarga tersebut tinggal fisik di situ atau hanya KK-nya saja. Kami dapatkan informasi seperti itu masih terjadi,” kata Kepala Ombudsman DIY Budhi Masturi.

Lain halnya dengan Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil yang menyatakan pihaknya telah menyiapkan Tim Pengaduan untuk proses PPDB SMA/SMK.

“Tim Pengaduan ini bekerja sangat baik untuk menampung sebuah pola kecurangan yang sudah terbaca yaitu memanipulasi domisili demi mendapatkan status KK (Kartu Keluarga) yang dekat dengan sekolah yang diminati sehingga merusak kesempatan dari siswa-siswa, yang warga, yang nyata-nyata dekat di sana,” kata dia, di Gedung Negara Pakuan, Bandung pada Senin, 17/7/2023.

Hasilnya, 4.791 pendaftar dibatalkan kepersertaannya lantaran mendaftar dengan cara-cara ilegal.

Ridwan Kamil mengatakan pembatalan pendaftaran peserta PPDB yang dinilai melakukan kecurangan dilakukan guna membuat jera calon peserta didik maupun orang tua calon peserta didik. Ia menyebut masuk sekolah pilihan tidak boleh menggunakan cara yang ilegal. yang mencoba menggunakan cara ilegal untuk masuk ke sekolah pilihan.

Perhimpunan Pendidikan dan Guru (P2G) meminta Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) meninjau ulang dan mengevaluasi total kebijakan sistem PPDB. P2G menilai PPDB saat ini sudah melenceng dari tujuannya yakni pemerataan pendidikan.

Dari hasil penelusuran P2G, ada sejumlah permasalahan yang terjadi dalam PPDB. Masalah pertama adalah migrasi domisili melalui Kartu Keluarga (KK) calon siswa ke wilayah sekitar sekolah yang dinilai favorit. Dimana calon siswa menitip KK sesuai domisili ke KK warga sekitar.

Masalah kedua, banyak sekolah yang kelebihan calon peserta didik baru karena terbatasnya daya tampung, khususnya di wilayah perkotaan.

Masalah ketiga, saat ada sekolah kelebihan siswa, ada juga sekolah yang kekurangan siswa karena sepi peminat. Lantaran di beberapa daerah jumlah calon siswa yang sedikit, tapi jumlah sekolah negeri banyak dan berdekatan.

Seperti yang terjadi di Pekanbaru, Riau.

“SMP Negeri 2, SMP Negeri 16, SMP Negeri 1, dan SMP Negeri 14, peserta didiknya sudah mulai berkurang. Peminatnya hanya warga luar pusat kota. Tak ada warga di pusat kota,” kata Kepala Dinas Pendidikan (Disdik) Kota Pekanbaru Abdul Jamal, Senin, 3/7/2023.

Ia melanjutkan, permasalahan membludaknya peserta didik justru terjadi di SMP Negeri pinggiran kota.

Permasalahan lainnya adalah ketidakmampuan ekonomi dari keluarga kurang mampu yang harus menyekolahkan anak mereka di sekolah swasta.

Kepala bidang litbang pendidikan di Perhimpunan Pendidikan dan Guru (P2G), Feriyansyah, mengatakan hal ini terjadi pada keluarga tidak mampu di banyak daerah.

Mereka -yang disebut sebagai siswa jalur afirmasi- tidak tertampung di sekolah negeri. Padahal tujuan dari kebijakan PPDB sesungguhnya agar anak dari keluarga miskin bisa mengakses sekolah negeri.

Faktor utama mengapa mereka tidak lolos jalur zonasi, menurut Feri, karena ketidakjelasan penyelenggara PPDB yakni dinas pendidikan menentukan zonasi sekolah.

Berdasarkan pantauannya, dinas kerap menggunakan fitus aplikasi peta google maps ketika menetapkan zonasi.

“Ini kan aneh, di lapangan banyak yang mempertanyakan zonasi kok seperti itu?” ujar Feri.*