FORUM KEADILAN – Bermaksud memperkecil ruang gerak calo dalam ujian praktik pembuatan Surat Izin Mengemudi (SIM) kendaraan roda dua, Polri justru berpotensi memunculkan pos baru praktik pungli. Potensi itu ditriger oleh wacana sertifikasi mengemudi bagi pengendara.
Di hadapan wisudawan Sekolah Tinggi Ilmu kepolisian, Rabu, 21/6/2023, Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo menyampaikan masih adanya keluhan masyarakat terkait ujian praktik dalam pengajuan SIM C.
Ia meminta Korps Lalu Lintas Polri (Korlantas) melakukan evaluasi ujian praktik SIM C yang saat ini dianggap menyulitkan masyarakat. Salah satu yang disoroti adalah materi angka delapan dan zig-zag ujian praktik pembuatan SIM C.
Kapolri menuding skema ujian praktik motor saat ini tak lagi relevan. Tak hanya menyebut tingkat kelulusan yang rendah berkisar di angka 10 persen, Kapolri bahkan menyindir mereka yang lolos ujian praktik SIM C dapat menjadi pemain sirkus.
“Khusus untuk pembuatan SIM, ini saya minta ke Kakorlantas, tolong dilakukan perbaikan. Yang namanya angka delapan itu masih sesuai atau tidak, yang namanya melewati zig-zag itu masih sesuai atau tidak,” kata Listyo.
Ujian SIM menurut mantan ajudan Presiden Jokowi itu, tak bertujuan mempersulit hingga berakhir dengan lobi kelulusan di bawah meja.
“Yang terpenting dari ujian SIM adalah menghargai keselamatan para pengguna jalan dan punya ketrampilan berkendara,” ujarnya.
Pengamat kebijakan publik dari Institute for Development of Policy and Local Partnership (IDP – LP), Riko Noviantoro sepakat evaluasi uji praktik pembuatan SIM memang perlu dilakukan. Namun, apabila uji praktik nantinya dibuat lebih mudah, Polri diingatkannya juga harus mengantisipasi terkait dampak yang akan dihadapi.
Dampak dimaksud yakni mengenai kapasitas atau kemampuan berkendara pemilik SIM yang juga akan menurun seiring kemudahan diberikan saat uji praktik.
Diungkapkannya, ketika uji praktik dibuat rumit, tentu tujuannya agar pengendara benar-benar mampu dan menguasai teknik berkendara. Kendati dalam praktiknya justru memberi celah calo yang menawarkan cara instan membuat SIM.
Sebaliknya, ketika proses uji praktik pembuatan SIM dipermudah, maka masyarakat akan dengan mudah mendapatkan SIM dan konsekuensinya adalah kemungkinan peningkatan pelanggaran lalu lintas. Sehingga, Polri juga harus siap dengan aturan tegas terhadap pengendara dengan mencabut kepemilikan SIM.
“Karena selama ini tidak pernah ada yang dicabut SIM-nya bagi mereka yang melakukan pelanggaran lalu lintas. Kecenderungan hanya tilang dan tilang saja. Padahal SIM itu instrumen utama,” kata Riko kepada Forum Keadilan, Kamis, 22/6/2023.
Adapun mekanisme pencabutannya, mengingat SIM adalah dokumen pengakuan negara terhadap keterampilan seseorang, maka negara pula yang boleh melakukan pencabutan yakni melalui pengadilan.
“Kalau ada kecelakaan dan terbukti penyebabnya kelalaian dari pengendara, maka gugatannya tidak hanya sanksi pidana pelanggaran lalu lintas, tetapi juga pencabutan terhadap SIM. Jadi penyidik kepolisian atau jaksa yang akan melakukan pengajuan pencabutan SIM di dalam dakwaannya,” terang Riko.
Hal ini diyakininya turut akan mempengaruhi jumlah pelanggaran lalu lintas. Karenanya Riko berpendapat Polri harus mengantisipasi dengan membuat aturan pencabutan SIM bagi pengendara yang di kemudian hari melakukan pelanggaran atau kelalaian saat berkendara.
Sulitnya proses ujian dilalui memunculkan banyaknya oknum calo yang menawarkan jasa potong kompas bagi masyarakat yang ingin mengajukan SIM. Riko menuturkan, kendati proses ujian telah dipermudah seperti instruksi Kapolri, tak serta merta menghilangkan praktik calo. Pendekatan dilakukan untuk menghapus praktik calo, tegas Riko, hanya dapat dilakukan dengan penerapan proses secara digital.
“Pendekatannya ya digital, yaitu dengan mendigitalkan semua proses. Selesai itu urusan calo,” kata dia.
Tak hanya akan melakukan evaluasi ujian praktik SIM C, Polri saat ini telah mewacanakan penerbitan SIM kendaraan roda empat dengan syarat adanya sertifikasi mengemudi. Kebijakan itu tercantum dalam Peraturan Polri Nomor 2 Tahun 2023 tentang Perubahan Atas Perpol Nomor 5 Tahun 2021 tentang Penerbitan dan Penandaan Surat Izin Mengemudi (SIM). Peraturan ini sudah diundangkan sejak 17 Februari 2023.
Direktur Registrasi dan Identifikasi (Regident) Korlantas Polri Brigjen Yusri Yunus menjelaskan, kebijakan tersebut saat ini belum berlaku secara resmi dan masih dalam tahap sosialisasi.
Polri akan memastikan terlebih dahulu apakah kebijakan ini nantinya akan membuka ruag pungli atau calo lebih besar. Untuk mengantisipasi, Polri, kata Yusri, saat ini tengah membuat sebuah aplikasi yang nantinya dapat memantau data pengguna yang mengajukan permohonan SIM A.
Meski dipandang bagus untuk memastikan kompetensi berkendara, Riko menegaskan lisensi pelatihan tak boleh diwajibkan sebagai syarat pengajuan SIM. Kebijakan dikeluarkan Polri, tukas Riko, tak boleh memberikan sinyal keuntungan pada satu pihak. Hal itu membuka peluang adanya bisnis atau pos pungli baru yang tercipta.
“Pelatihan itu untuk melengkapi proses pembelajaran dan bentuk pendampingan. Dengan lisensi itu artinya dia (pemohon SIM) memang layak untuk mendapatkan SIM. Kalau dipaksakan berarti menguntungkan satu pihak. Dan itu menjadi sesuatu yang tidak baik. Polisi tidak boleh mengarahkan keuntungan ke satu pihak (lembaga pelatihan mengemudi),” kata Riko.
Sementara itu, Praktisi Road Safety dari Jakarta Defensive Driving Consulting (JDDC) Jusri Pulubuhu menilai, wacana dilontarkan perihal sertifikat pelatihan sebagai syarat pengajuan SIM kendaraan roda empat baru dapat terealisasi dengan baik bila parameter di sekolah mengemudi
“Negara lain sekolah mengemudi wajib sebelum dia ke kantor polisi (membuat SIM). Itu biayanya besar, sedangkan ujian SIM sangat kecil dan gratis harusnya. Sekolah mengemudinya yang mahal,” kata Jusri.
“Saya sangat setuju bilamana infrastrukturnya yang terdiri dari parameter pelaksanaan MD serta infrastrukturnya lengkap, ideal, kompeten, kita akan mendapatkan penurunan pelanggaran yang linier dengan penurunan angka kecelakaan,” katanya.
Persoalannya, sekolah mengemudi di Indonesia, ucap Jusri, saat ini lebih mengedepankan kepentingan bisnis, sehingga pemberian pelatihan keterampilan berkendara dan pengetahuan berlalu lintas, hal ini juga yang akhirnya tak menutup kemungkinan terbukanya ruang bisnis dan pungli baru terkait penerbitan SIM. Terlebih, visualisasi dan fortopolio menyangkut penerbitan SIM saat ini masih lekat dengan keberadaan calo.
Terkait pemberantasan calo, Brigjen Yusri Yunus mengemukakan, jajarannya tengah merancang satu aplikasi seperti halnya Sistem Electronic Registration and Identification (ERI) yang juga berfungsi bank data kendaraan bermotor. Aplikasi ini disebutnya akan dibuat untuk menghindari calo dalam penerbitan sertifikat.*