FORUM KEADILAN – Kejaksaan Agung (Kejagung) menonaktifkan Kepala Kejaksaan Negeri (Kajari) Lahat dan jaksa penuntut umum sebagai buntut tuntutan dan vonis ringan pemerkosa anak di bawah umum.
“Pejabat yang menangani perkara dimaksud (jaksa penuntut umum dan pejabat struktural) siang hari ini sudah diambil tindakan berupa penonaktifan sementara dari jabatan struktural ke Kejaksaan Tinggi Sumatera Selatan berdasarkan surat perintah Kepala Kejaksaan Tinggi Sumatera Selatan untuk mempermudah pemeriksaan kepada yang bersangkutan,” kata Kapuspenkum Kejagung Ketut Sumedana, Senin, 9/1/2023.
Mereka yang dinonaktifkan sementara adalah Kajari Lahat, Kasi Pidum Kejari Lahat, kasubsi, dan jaksa penuntut umum yang menangani perkara tersebut.
Selain itu, jajaran Jaksa Agung Muda Bidang Pengawasan Kejagung akan memeriksa para jaksa yang menangani kasus tersebut.
“Saat ini telah diserahkan ke Jamwas untuk dilakukan pemeriksaan penanganan perkara yang unprofessional tersebut,” ujar Ketut.
Penonaktifan sementara pejabat struktural Kejari Lahat dan jaksa penuntut umum yang menangani kasus ini dilakukan karena diduga ditemukan adanya penyalahgunaan wewenang.
“Ditemukan bahwa jaksa penuntut umum yang menangani perkara dan pejabat struktural di Kejaksaan Negeri Lahat tidak melakukan penelitian terhadap kelengkapan syarat formil dan kelengkapan syarat materiil, serta ditemukan adanya penyimpangan dan penyalahgunaan wewenang,” jelas Ketut.
Vonis 10 bulan penjara terhadap dua pemerkosa anak di bawah umur di Lahat, Sumatera Selatan mendapat sorotan dari banyak pihak.
Tuntutan 7 bulan penjara kasus pemerkosaan anak tersebut dinilai terlalu ringan. Dua pelaku itu adalah OH (17) dan MAP (17) serta GA (18). Namun GA saat ini masih dalam proses penyidikan di Satreskrim Polres Lahat.
Awalnya pelaku dituntut rendah oleh jaksa, yakni 7 bulan penjara, dan divonis hakim Pengadilan Negeri Lahat lebih tinggi dari tuntutan jaksa, yaitu 10 bulan.
Pemerkosaan disertai penganiayaan itu terjadi pada Sabtu, 29 Oktober 2022, di sebuah tempat kos di Lahat. Kasus ini pun disidangkan di Pengadilan Negeri (PN) Lahat.
Ayah korban tidak terima atas vonis tersebut. Ayah korban kemudian mengunggah sebuah video. Dalam video itu, ayah korban meminta bantuan keadilan kepada berbagai pihak, khususnya kepada Presiden Joko Widodo (Jokowi).
“Saya orang tua korban pemerkosaan dan tindak kekerasan. Hukuman ini tidak sebanding dengan penderitaan dan akibatnya terhadap anak saya, trauma seumur hidup. Saya sebagai rakyat miskin memohon keadilan kepada Bapak Presiden,” kata ayah korban dalam video tersebut..
“Bagaimana kalau anak Anda saja yang dirusak,” teriak ayah korban sambil menangis.
Lalu, korban dan orang tuanya menemui pengacara Hotman Paris di Jakarta. Hotman Paris menyoroti vonis 10 bulan penjara kasus ini. Ia meminta meminta Jaksa Agung ST Burhanuddin memerintahkan jaksa penuntut umum untuk mengajukan upaya banding.
“Jadi mohon Bapak Jaksa Agung perintahkan kepada Kejari dan Kejati Sumsel agar segera diajukan banding. Saya percaya sama Jaksa Agung, rakyat menanti uluran tangan Bapak Jaksa Agung,” kata Hotman dikutip dari Instagram pribadinya, @hotmanparisofficial, Minggu (8/1/2023).
Hotman menilai, meski vonis tersebut lebih tinggi dari tuntutan jaksa, hukuman tersebut dinilai masih belum memberikan keadilan bagi keluarga korban.
Merespon hal ini, Kejaksaan Agung (Kejagung) menyampaikan hasil eksaminasi pimpinan Kejaksaan Tinggi Sumatera Selatan atas vonis 10 bulan penjara itu. Kejagung meminta agar jaksa mengajukan banding karena vonis itu dianggap tidak memberikan rasa keadilan bagi korban.*