Selasa, 14 Oktober 2025
Menu

Setnov Bebas Bersyarat, Tapi Masih Wajib Lapor hingga Jalani Hukuman Pencabutan Hak Politik

Redaksi
Mantan Ketua DPR RI Setya Novanto atau Setnov terpidana kasus korupsi pengadaan e-KTP | Ist
Mantan Ketua DPR RI Setya Novanto atau Setnov terpidana kasus korupsi pengadaan e-KTP | Ist
Bagikan:

FORUM KEADILAN – Terpidana kasus korupsi e-KTP Setya Novanto (Setnov) bebas bersyarat dari Lapas Sukamiskin, Jawa Barat per Sabtu, 16/8/2025. Hal tersebut pun dikonfirmasi oleh Menteri Imigrasi dan Pemasyarakatan (Imipas) Agus Andrianto.

Agus mengungkapkan bahwa batas hukuman Setnov telah melampaui waktu berdasarkan hasil pemeriksaan peninjauan kembali (PK). Bahkan, Agus menyebut bahwa Setnov seharusnya telah bebas dari hukumannya sejak 25 Juli lalu.

“Iya. Karena sudah melalui proses asesmen, dan yang bersangkutan berdasarkan hasil pemeriksaan PK itu sudah melampaui waktunya. Harusnya tanggal 25 yang lalu,” ungkap Agus di Istana, Jakarta, Minggu, 17/8.

Iya pun menyebut bahwa Setnov tidak perlu melakukan wajib lapor usai bebas. Hal ini lantaran Setnov telah membayar denda subsider.

“Enggak ada. Karena kan denda subsider sudah dibayar,” ujarnya.

Di samping itu, Agus menekankan, Setnov bebas bersyarat lantaran PK yang diajukan telah dikabulkan. Maka, masa hukumannya dipotong.

“Putusan PK kan kalau enggak salah. Putusan peninjauan kembali kepada yang bersangkutan dikurangi masa hukumannya,” kata Agus.

Sementara itu, Koordinator Humas dan Protokol Direktorat Jenderal Pemasyarakatan Rika Aprianti menjelaskan alasan Setnov bebas bersyarat. Ia mengaku bahwa salah satu alasannya karena Setnov berkelakuan baik.

“Berdasarkan Pasal 10 ayat 2 Undang-Undang (UU) No. 22 Tahun 2022 telah memenuhi persyaratan berkelakuan baik, aktif mengikuti pembinaan, telah menunjukkan penurunan risiko,” jelasnya di Rutan Salemba, Jakarta, Minggu, 17/8.

Kemudian, kata Rika, berdasarkan Pasal 10 ayat 3, Setnov juga sudah memenuhi ketentuan dengan menjalani 2/3 masa pidana.

Walaupun demikian, Rika menjelaskan bahwa Setnov masih harus melakukan wajib lapor ke Badan Pemasyarakatan Bandung hingga 1 April 2029.

“Sejak tanggal 16 Agustus 2025 maka status Setya Novanto berubah dari narapidana menjadi Klien Pemasyarakatan pada Balai Pemasyarakatan (Bapas) Bandung, mendapatkan bimbingan dari Pembimbing Kemasyarakatan Bapas Bandung sampai tanggal 1 April 2029,” jelas dia.

Politisi Golkar ini pun masih harus menjalani hukuman pencabutan hak politik selama 2,5 tahun usai bebas murni.

“Sesuai dengan putusan pengadilan, kalau kami kan melaksanakan putusan pengadilan ya bahwa dicabut hak politiknya setelah 2,5 tahun itu, setelah berakhir masa bimbingan, artinya setelah bebas,” katanya.

“Kan bebas murninya itu setelah berakhir masa bimbingan, berdasarkan aturannya seperti itu,” lanjut dia.

Sebelumnya, Mahkamah Agung (MA) mengabulkan permohonan PK eks Ketua DPR RI Setya Novanto (Setnov) dalam kasus korupsi e-KTP.

“Kabul. Terbukti Pasal 3 juncto Pasal 18 UU PTPK juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP,” sebagaimana amar putusan dalam laman MA, dikutip Rabu, 2/7.

Putusan ini jauh lebih rendah daripada putusan tingkat pertama. Adapun pada putusan tingkat pertama, ia divonis 15 tahun penjara dalam kasus tersebut.

“Pidana penjara selama 12 tahun dan 6 (enam) bulan dan pidana denda Rp500.000.000,00 subsider 6 (enam) bulan kurungan,” kata MA.

Selain itu, Setnov juga dihukum untuk membayar biaya uang pengganti sebesar USD7,3 juta. Namun, Setnov sudah membayarkan Rp5 miliar di antaranya. Dengan begitu, sisa uang pengganti yang harus dibayarkan sejumlah Rp49 miliar.

Ia juga dijatuhi pidana tambahan berupa larangan menduduki jabatan publik selama 2,5 tahun setelah selesai menjalani hukuman.

Sebagai informasi, Setya Novanto mulai ditahan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sejak 17 November 2017. Setelah putusan pengadilan berkekuatan hukum tetap (inkrah), ia dipindahkan ke Lapas Sukamiskin pada 4 Mei 2018. Dengan demikian, hingga saat ini, Setnov telah menjalani masa tahanan selama 7,5 tahun.

Dalam perkara korupsi proyek e-KTP, Majelis Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta menjatuhkan hukuman 15 tahun penjara dan denda Rp500 juta subsider enam bulan kurungan kepada Setnov.

Ia dianggap menerima keuntungan sebesar USD7,3 juta serta sebuah jam tangan Richard Mille RM011 senilai USD135 ribu dari proyek yang menyebabkan kerugian negara senilai Rp2,6 triliun itu.

Setnov juga diwajibkan membayar uang pengganti sebesar USD7,3 juta. Jika tidak dibayar, hartanya akan disita dan dilelang. Bila harta tidak mencukupi, maka akan diganti dengan pidana tambahan selama dua tahun penjara.

Putusan itu dijatuhkan oleh Majelis Hakim Tipikor Jakarta pada Selasa, 24 April 2018, dan Setnov menyatakan menerima keputusan tersebut.

Namun, setelah menjalani hukuman selama satu tahun, Setnov mengajukan PK, yang kini dikabulkan oleh MA.*