Jumat, 18 Juli 2025
Menu

Gagal Dibacakan di Paripurna DPR, Ketua MPR Ngaku Belum Terima Surat Usulan Pemakzulan Gibran

Redaksi
Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) Ahmad Muzani, di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu, 25/6/2025 | Novia Suhari/Forum Keadilan
Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) Ahmad Muzani, di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu, 25/6/2025 | Novia Suhari/Forum Keadilan
Bagikan:

FORUM KEADILANForum Purnawirawan TNI dikabarkan telah mengirimkan surat kepada DPR dan MPR RI yang berisi usulan untuk memproses pemakzulan terhadap Wakil Presiden (Wapres) Gibran Rakabuming Raka beberapa waktu lalu.

Tetapi, Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) RI Ahmad Muzani mengaku bahwa pihaknya belum juga menerima surat tersebut.

“Surat itu belum masuk. Tetapi begini ya, Undang-Undang 45, hasil amandemen, sudah jelas tentang protokol dan tata cara hal tersebut,” ungkap Ahmad Muzani di Makassar, Jumat, 4/7/2025.

Muzani menyatakan bahwa para pensiunan jenderal tersebut tentu saja telah mengetahui secara detail terkait mekanisme pemberhentian wakil presiden sesuai dengan Undang-Undang Dasar (UUD) 1945. Walaupun demikian, Muzani mengingatkan, berdasarkan hasil pilihan rakyat, pasangan presiden dan wakil presiden dilantik bersamaan di hadapan sidang paripurna MPR RI.

“Akan tetap, sebagai wakil presiden, yang juga telah dilantik di hadapan sidang paripurna Majelis Permusyawaratan Rakyat, presiden sebagai hasil pemilihan umum sah sebagai presiden. Demikian juga wakil presiden sebagai hasil pemilihan umum sah sebagai wakil presiden,” jelas Muzani.

Semua proses dalam Pilpres yang dianggap bermasalah, lanjut Muzani, sudah diselesaikan oleh Mahkamah Konstitusi (MK). Maka, Gibran Rakabuming Raka telah dinyatakan sah menjadi wakil presiden.

“Yang bersangkutan dinyatakan menang sebagai calon presiden dan wakil presiden. Dan akhirnya kami melantik beliau menjadi presiden dan wakil presiden,” tutur dia.

Sebelumnya, Muzani juga sudah sempat mengungkapkan bahwa hingga saat ini masih belum ada perkembangan lebih lanjut terkait dengan surat Pemakzulan Wapres Gibran Rakabuming Raka yang dikirimkan oleh Forum Purnawirawan Prajurit TNI kepada DPR dan MPR.

“Terus terang saya belum dapat update dari sekretariat sampai hari ini. Saya dan teman-teman sekretariat belum melaporkan, saya juga belum menanyakan karena saya baru masuk (hari ini) setelah reses,” katanya, di Komplek Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu, 25/6.

Ia mengatakan, belum ada komunikasi apapun juga dengan pimpinan lain baik dari MPR maupun DPR mengenai hal tersebut.

“Belum. Padahal ada, sudah ada (suratnya)  tapi saya belum tahu (perkembangannya),” ujarnya.

Ia mengaku, untuk bertemu dengan pimpinan baik MPR ataupun DPR memang sering dilakukan, seperti halnya dengan Wakil Ketua DPR RI Sufmi Dasco. Namun, tidak ada pembicaraan terkait dengan surat desakan pemakzulan Gibran tersebut.

“Saya dengan Pak Dasco sering ketemu tapi tidak membicarakan itu (pemakzulan), membicarakan yang lain,” pungkasnya sambil tertawa.

Diketahui, surat desakan pemakzulan Gibran Rakabuming Raka dari posisinya sebagai Wakil Presiden RI, telah dikirimkan oleh Forum Purnawirawan Prajurit TNI kepada DPR dan MPR RI, dan telah sampai pada 2 Juni 2025 lalu. Surat Pemakzulan yang disebut-sebut bakal dibacakan pada Sidang Paripurna DPR RI yang digelar pada Rabu, 25 Juni 2025, kemarin pun ternyata batal untuk dibacakan.

Surat usulan pemakzulan terhadap Gibran tersebut diklaim telah ditandatangani oleh 103 jenderal, 73 laksamana, 65 marsekal, dan 91 kolonel. Sementara itu, ada empat jenderal yang juga menandatangani surat tersebut, yaitu Jenderal TNI (Purn) Fachrul Razi, Marsekal TNI (Purn) Hanafie Asnan, Jenderal TNI (Purn) Tyasno Soedarto, hingga Laksamana TNI (Purn) Slamet Soebijanto.

Surat tersebut secara umum berisi pernyataan terkait Gibran yang juga putra Jokowi sudah melakukan pelanggaran hukum dan juga etika publik.

Oleh karena itu, mereka mengusulkan kepada MPR dan DPR untuk bisa memproses pemakzulan terhadap Gibran yang kini menjabat Wapres dengan ketentuan hukum yang berlaku atas dasar konstitusi, etika kenegaraan, dan prinsip demokrasi.*