Rabu, 02 Juli 2025
Menu

Pantau 74 Perkara Tindak Pidana Pemilu, KY Klaim Tak Temukan Pelanggaran Etik Hakim

Redaksi
Audiensi Komisi Yudisial bersama dengan Solidaritas Hakim Indonesia (SHI) di Gedung Mahkamah Agung (MA), Jakarta Pusat, Rabu, 6/11/2024 | Syahrul Baihaqi/Forum Keadilan
Audiensi Komisi Yudisial bersama dengan Solidaritas Hakim Indonesia (SHI) di Gedung Mahkamah Agung (MA), Jakarta Pusat, Rabu, 6/11/2024 | Syahrul Baihaqi/Forum Keadilan
Bagikan:

FORUM KEADILANKomisi Yudisial (KY) mengklaim tidak menemukan pelanggaran kode etik yang dilakukan oleh hakim dalam menangani perkara tindak pidana pemilu.

Temuan tersebut berdasarkan pemantauan KY terhadap 74 perkara tindak pidana pemilu sejak Januari hingga Oktober 2024 yang tersebar di 23 provinsi dan 52 Pengadilan Negeri.

“Penerapan KEPPH, tidak ditemukan pelanggaran etik yang dilakukan oleh hakim saat bersidang,” kata Anggota KY Joko Sasmito dalam konferensi pers di Jakarta Pusat, Rabu, 6/11/2024.

“Artinya memang enggak tahu apa memang benar ada pelanggaran apa pun yang dilakukan oleh hakim, enggak ada dugaan pelanggaran etik, tidak ada pelanggaran hukum acara dan sebagainya,” lanjutnya.

Menurut Joko, pemantauan ini dilakukan untuk menjaga perilaku para hakim dalam memeriksa, mengadili dan memutus perkara berdasarkan Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim (KEPPH).

Meskipun lembaganya memiliki kewenangan untuk melakukan pemantauan terhadap etik dan perilaku hakim, Joko menyebut bahwa pemantauan yang dilakukan KY sangat terbatas karena minimnya anggaran dan sumber daya manusia.

“Sehingga, tidak semua yang diajukan untuk dipantau kepada KY itu tidak semuanya pasti bisa kita pantau,” katanya.

Adapun klasifikasi jenis tindak pidana pemilu yang dipantau oleh KY, seperti politik uang, melakukan tindakan yang menguntungkan atau merugikan salah satu peserta pemilu dalam masa kampanye, memberikan suara lebih dari satu kali, melakukan pelanggaran larangan kampanye, menggagalkan pemungutan suara, dan beberapa tindak pidana yang diatur dalam Undang-Undang Pemilu.

“Dengan adanya pemantauan persidangan, maka salah satunya tujuannya dapat mencegah hakim melakukan pelanggaran KEPPH. Artinya, upaya KY dikatakan berhasil karena tidak ditemukan pelanggaran etik oleh hakim saat bersidang,” lanjut Joko.

Dengan tidak ditemukannya pelanggaran KEPPH pada persidangan tindak pidana pemilu, Joko mengklaim bahwa pengawasan yang dilakukan lembaga pengawas etik hakim telah berhasil.

Apalagi, kata Joko, KY juga telah memberikan pelatihan tematik tentang pemilu dan pilkada di mana para hakim dilatih secara khusus.

“Mudah-mudahan saja karena adanya korelasi antara pernah dilatih oleh KY, sehingga di dalam menerapkan persidangan itu memang sudah bagus,” katanya.

Sebagai informasi, KY melakukan pemantauan persidangan tindak pidana Pemilu di 52 pengadilan negeri di 23 provinsi, yaitu Nusa Tenggara Barat (7 perkara), Aceh (7), Nusa Tenggara Timur (6), Papua (6), Sulawesi Utara(5), Sulawesi Selatan (5), Riau (4), Lampung (4), Sumatra Utara (4), Jawa Tengah (4), Jawa Timur (3).

Lalu, Kalimantan Utara (3), Sumatra Barat (3), Gorontalo (2), Kalimantan Tengah (2) , Papua Barat (2), Sulawesi Barat (1), Sulawesi Tenggara (1), Kalimantan Selatan (1), Jawa Barat (1), dan DKI Jakarta (1), Kepulauan Riau (1) dan Maluku Utara (1).*

Laporan Syahrul Baihaqi