PT Perberat Hukuman Eks Dirut Garuda Emirsyah Satar Jadi 10 Tahun Penjara

FORUM KEADILAN – Pengadilan Tinggi (PT) DKI Jakarta memperberat hukuman terhadap Emirsyah Satar dalam kasus pengadaan pesawat Garuda menjadi 10 tahun penjara.
Majelis hakim PT DKI mengubah amar putusan Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat Nomor 78/Pid.Sus-TPK/2023/PN.Jkt.Pst Tanggal 31 Juli 2024 yang menghukum Emirsyah sebanyak lima tahun penjara.
“Menjatuhkan pidana kepada Terdakwa Emirsyah Satar oleh karena itu
dengan pidana penjara selama 10 (sepuluh) tahun,” bunyi amar, dikutip, Senin, 28/10/2024.
Selain itu, majelis hakim memberikan denda sebanyak Rp1 miliar subsider enam bulan kurungan penjara. Denda ini lebih tinggi ketimbang putusan PN Tipikor yang hanya mendenda sebanyak Rp 500 juta subsider tiga bulan kurungan.
Eks Dirut Garuda tersebut juga dihukum untuk membayar uang pengganti sejumlah US$86.367.019. Apabila Emirsyah tidak membayar dalam waktu 2/3 bulan, maka harta bendanya akan disita.
Sebagai informasi, pengadilan tingkat pertama menjatuhkan pidana penjara selama lima tahun dalam kasus tindak pidana korupsi dari pengadaan pesawat CRJ-1000 dan ATR 72-600. Hukuman lebih rendah dari tuntutan penuntut umum sebesar delapan tahun penjara.
Namun, majelis banding tidak sependapat dengan putusan pengadilan tingkat pertama karena dirasa kurang mencerminkan rasa keadilan, sehingga hukumannya harus ditambah.
Sebab, menurut majelis banding masih terdapat hal-hal yang memberatkan lain yang belum dikemukakan dalam pertimbangan PN Tipikor.
“Kategori kerugian negara yang ditimbulkan akibat perbuatan Terdakwa dan Terdakwa lainnya sangat besar yaitu lebih dari Rp100 miliar,” ucap majelis hakim dalam pertimbangan hukum.
Selain itu, majelis hakim juga mempertimbangkan akibat dioperasikannya 2 (dua) jenis pesawat (Sub-100 Seaters dan Turbo Propeller), mengakibatkan kondisi keuangan PT Garuda Indonesia hanya bisa memenuhi kebutuhan operasional, gaji karyawan saat itu hanya bisa dibayarkan 50 persen dan adanya Pemutusan Hubungan Kerja Karyawan.
Putusan ini diketuk oleh Hakim Sumpeno sebagai Ketua Majelis bersama Hakim Sugeng Riyono, Hakim Subachran Hardi Mulyono, Hakim Hotma Marya Marbun dan Hakim Gatut Sulistyo pada Kamis, 24 Oktober 2024.*
Laporan Syahrul Baihaqi