Amnesty Kecam Kriminalisasi pada Christina Rumahlatu Usai Kritik Tambang Nikel

FORUM KEADILAN – Direktur Eksekutif Amnesty International Indonesia Usman Hamid mengecam tindakan kriminalisasi terhadap aktivis lingkungan Maluku, Christina Rumahlatu. Diketahui, Christina dipanggil Bareskrim Polri karena mengkritik tambang nikel yang dianggap merusak lingkungan.
Menurut Usman, kritik Christina sudah sesuai prosedur dan tanggung jawabnya sebagai pemerhati lingkungan. Tambang tersebut berdampak pada warga Halmahera yang terdampak banjir bandang.
“Kami mengecam kriminalisasi terhadap aktivis lingkungan Christina Rumahlatu setelah memprotes kerusakan lingkungan akibat kegiatan korporasi pertambangan nikel, yang berdampak langsung pada kehidupan warga Halmahera yang dilanda banjir bandang,” ujar Usman kepada Forum Keadilan, Kamis, 19/9/2024.
Usman menyebut, kasus Christina mengingatkan pada kasus Daniel Fritz Tangkilisan, aktivis yang juga menjadi korban tindakan represif karena bersikap kritis.
“Kriminalisasi terhadap Christina Rumahlatu mengingatkan kita pada aktivis lingkungan Daniel Fritz Tangkilisan beberapa waktu lalu yang juga menjadi korban tindakan represif serupa,” jelasnya.
Usman menilai tindakan ini membungkam suara kritis dan menunjukkan lemahnya perlindungan hukum bagi aktivis lingkungan di Indonesia.
“Hal semacam ini tidak hanya membungkam suara-suara kritis, namun juga menunjukkan bahwa perlindungan bagi para pembela lingkungan di Indonesia masih sangat lemah,” katanya.
Ironisnya, kriminalisasi ini terjadi saat Undang-Undang (UU) Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (PPLH) telah menjamin hak pejuang lingkungan.
“Lebih ironis lagi, hal ini mencerminkan rendahnya pemahaman dan integritas aparat penegak hukum dalam menerapkan Pasal 66 UU Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, yang secara tegas menyatakan bahwa setiap orang yang memperjuangkan hak atas lingkungan hidup yang baik dan sehat tidak dapat dituntut secara pidana maupun digugat secara perdata,” tegas Usman.
Usman mendesak agar tuntutan terhadap Christina dihentikan dan negara memberikan perlindungan maksimal bagi para pejuang lingkungan.
“Maka polisi harus segera menghentikan proses hukum yang diajukan terhadap Christina Rumahlatu. Negara harus memberikan perlindungan yang maksimal bagi para pejuang lingkungan seperti Christina, serta memastikan bahwa kepentingan perusahaan tidak mengesampingkan hak-hak lingkungan dan hak masyarakat,” kata dia.
“Aparat hukum dan pemerintah harus lebih memahami dan mengimplementasikan peraturan yang ada secara adil, terutama dalam hal penyelesaian sengketa lingkungan,” pungkasnya.
Sebelumnya, Christina dipanggil oleh Direktorat Tindak Pidana Siber Polri pada 27 Agustus dan 6 September 2024 terkait dugaan pencemaran nama baik. Laporan ini diajukan oleh Jenderal Purnawirawan Suaidi Marasabessy dan kelompok Bravo 5.*
Laporan Reynaldi Adi Surya