Sabtu, 08 November 2025
Menu

Tanggapi PDI Perjuangan, Golkar Sebut Jasa Suharto Tak Bisa Ditutupi Emosi Politik

Redaksi
Presiden ke-2 RI Suharto | Ist
Presiden ke-2 RI Suharto | Ist
Bagikan:

FORUM KEADILAN – Polemik rencana pemberian gelar pahlawan nasional kepada Presiden ke-2 RI Suharto kian memanas. Setelah Ketua DPP PDI Perjuangan Ribka Tjiptaning menyatakan penolakan keras, Partai Golkar menegaskan tetap teguh mendukung usulan tersebut.

Wakil Ketua Umum Partai Golkar Idrus Marham menilai, komentar Ribka yang menyebut Suharto sebagai ‘pembunuh jutaan rakyat’ adalah bentuk penilaian emosional yang mengabaikan fakta sejarah.

Menurut Idrus, warisan pembangunan dan stabilitas nasional yang ditinggalkan Suharto tidak bisa dihapus hanya karena perbedaan pandangan politik.

“Golkar tidak akan mundur satu langkah pun. Jasa Pak Harto bagi bangsa ini nyata, tidak bisa dihapus dari sejarah. Perdebatan boleh terjadi, tapi fakta sejarah tidak bisa dibantah,” katanya dalam keterangan tertulis, Jumat, 7/11/2025.

Menurut kubu Idrus, komentar Ribka mencerminkan sikap yang tidak proporsional terhadap sejarah bangsa.

“Kami hormati pandangan Bu Ribka dan teman-teman yang menolak, tapi jangan menutup mata terhadap kontribusi besar Pak Harto. Stabilitas nasional, pertanian, industrialisasi, pendidikan, dan pembangunan ekonomi modern dimulai di era beliau,” ujarnya.

Ia menegaskan, tidak ada pemimpin yang sempurna, termasuk Suharto. Namun, kata Idrus, menolak gelar pahlawan dengan alasan politik justru menunjukkan sikap yang tidak objektif terhadap perjalanan sejarah bangsa.

“Sejarah tidak bisa dihapus dengan emosi politik. Kalau kita ingin adil, lihatlah secara utuh ada sisi kelam, tetapi juga ada kontribusi besar terhadap kemajuan Indonesia,” tambahnya.

Dari data Kementerian Sosial (Kemensos), Suharto termasuk dalam 40 tokoh yang diusulkan menerima gelar pahlawan nasional tahun ini. Namun, nama Suharto menjadi yang paling kontroversial, memicu gelombang penolakan dari lebih dari 500 akademisi, aktivis HAM, dan tokoh masyarakat. Mereka menilai, pelanggaran HAM dan praktik korupsi di masa Orde Baru belum pernah dipertanggungjawabkan secara hukum maupun moral.

Menanggapi itu, Idrus menegaskan Golkar tetap menghormati perbedaan pandangan, tetapi menyerukan agar bangsa ini belajar melihat sejarah secara proporsional.

“Kami hormati yang menolak, tapi jangan abaikan fakta sejarah. Penghormatan terhadap jasa Pak Harto bukan glorifikasi, tapi pengakuan terhadap bagian penting perjalanan bangsa ini,” pungkasnya.*

Laporan oleh: Novia Suhari