Jumat, 14 November 2025
Menu

Komisi III DPR Ungkap 14 Substansi Hasil Pembahasan RUU KUHAP

Redaksi
Ilustrasi.
Ilustrasi hukum. (IST)
Bagikan:

FORUM KEADILAN – Ketua Komisi III DPR RI Fraksi Gerindra Habiburokhman menjelaskan bahwa terdapat sedikitnya 14 substansi penting dalam Revisi Undang-Undang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (RUU KUHAP).

Ia menegaskan, revisi ini harus memastikan seluruh pihak yang terlibat dalam proses hukum baik tersangka, korban, maupun pihak terkait mendapatkan perlakuan adil dan setara.

Menurutnya, Panitia Kerja (Panja) RUU KUHAP telah merampungkan pembahasan substansi dan menyampaikan laporan tersebut dalam rapat.

“Kesempatan ini kami gunakan untuk melaporkan hasil pembahasan substansi yang ada,” katanya, di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis, 13/11/2025.

Habiburokhman merinci 14 substansi yang menjadi fokus revisi RUU KUHAP, di antaranya:

  1. Penyesuaian hukum acara pidana dengan perkembangan hukum nasional dan internasional, termasuk keselarasan dengan Konvensi Antikekerasan terhadap Perempuan, Kovenan Hak Sipil dan Politik, UN Convention Against Corruption, serta regulasi terkait HAM dan perlindungan saksi-korban
  2. Penyesuaian hukum acara pidana dengan nilai-nilai KUHP baru yang berorientasi pada keadilan restoratif, rehabilitatif, dan restitutif, guna memulihkan keadilan substansi serta hubungan sosial antara pelaku, korban, dan masyarakat
  3. Penegasan prinsip diferensiasi fungsional dalam sistem peradilan pidana agar pembagian peran antara penyidik, penuntut umum, hakim, advokat, dan pemimpin kemasyarakatan menjadi lebih proporsional, profesional, dan akuntabel
  4. Perbaikan pengaturan kewenangan penyelidik, penyidik, dan penuntut umum, termasuk penguatan koordinasi antar lembaga untuk meningkatkan efektivitas dan akuntabilitas penegakan hukum
  5. Penguatan hak-hak tersangka, terdakwa, korban, dan saksi, seperti hak bantuan hukum, pendampingan advokat, peradilan yang adil dan tidak memihak, serta perlindungan dari intimidasi atau kekerasan pada setiap tahap proses hukum
  6. Penguatan peran advokat sebagai bagian integral sistem peradilan pidana, termasuk kewajiban pendampingan sejak awal pemeriksaan, kewajiban negara memberikan bantuan hukum cuma-cuma bagi pihak tertentu, serta perlindungan terhadap advokat dalam menjalankan profesinya
  7. Pengaturan mekanisme keadilan restoratif (restorative justice) sebagai alternatif penyelesaian perkara di luar pengadilan, yang dapat dilakukan sejak tahap penyelidikan hingga persidangan dengan melibatkan pelaku, korban, dan masyarakat
  8. Perlindungan khusus bagi kelompok rentan seperti penyandang disabilitas, perempuan, anak, dan lansia, melalui kewajiban aparat melakukan asesmen kebutuhan khusus serta penyediaan sarana pemeriksaan yang ramah dan aksesibel
  9. Penguatan perlindungan penyandang disabilitas dalam seluruh tahap pemeriksaan, meliputi penyediaan fasilitas pendampingan sesuai jenis disabilitas, kewajiban asesmen kebutuhan individual, serta pelarangan tindakan diskriminatif atau pengabaian hak-hak mereka
  10. Perbaikan pengaturan upaya paksa untuk menjamin prinsip HAM dan due process of law, termasuk pembatasan waktu, syarat penetapan, serta mekanisme kontrol yudisial melalui izin pengadilan atas tindakan aparat penegak hukum
  11. Pengenalan mekanisme hukum baru seperti pengakuan bersalah (plea bargaining) bagi terdakwa kooperatif dengan imbalan keringanan hukuman, serta perjanjian penundaan penuntutan bagi pelaku tindak pidana korporasi
  12. Penguatan pengaturan pertanggungjawaban pidana korporasi, mulai dari penyelidikan hingga pelaksanaan putusan, termasuk mekanisme penundaan penuntutan, penyusunan dakwaan, dan pidana tambahan terhadap korporasi
  13. Pengaturan kompensasi, restitusi, dan rehabilitasi secara lebih tegas sebagai hak korban maupun pihak yang dirugikan akibat kesalahan prosedur atau kekeliruan penegakan hukum
  14. Modernisasi hukum acara pidana melalui pemanfaatan teknologi informasi dalam sistem peradilan terpadu, yang mengintegrasikan fungsi penyidikan, penuntutan, peradilan, hingga pemasyarakatan untuk mewujudkan proses yang cepat, sederhana, transparan, dan akuntabel.

Habiburokhman menegaskan bahwa Panja telah menyelesaikan seluruh tugas pembahasan dan meminta agar RUU KUHAP dapat disepakati pada pembicaraan tingkat pertama, sehingga dapat dilanjutkan ke pembicaraan tingkat kedua.

“Selanjutnya tingkat kedua untuk memperoleh persetujuan bersama DPR dan Presiden dalam rapat paripurna masa sidang ini pekan depan,” pungkasnya.*

Laporan oleh: Novia Suhari