Pengamat: Pensiun Seumur Hidup Anggota DPR Pemborosan Pajak Rakyat

FORUM KEADILAN – Pengamat Politik dan Pemerintahan Universitas Terbuka Insan Praditya Anugrah menilai, pemberian pensiun seumur hidup bagi anggota DPR RI tidak adil dan membebani keuangan negara.
Pernyataan ini disampaikan Insan menanggapi gugatan masyarakat ke Mahkamah Konstitusi (MK) yang meminta pencabutan ketentuan pensiun anggota DPR RI sebagaimana diatur dalam UU Nomor 12 Tahun 1980.
Menurut Insan, tidak sepatutnya anggota DPR RI yang hanya bekerja lima tahun mendapatkan pensiun seumur hidup, apalagi di tengah kondisi ekonomi yang menuntut penghematan anggaran negara dan meningkatnya kesulitan mencari pekerjaan.
“Negara sedang berhemat dan rakyat bahkan kesulitan memperoleh pekerjaan layak. Tidak adil apabila hasil pungutan pajak hanya digunakan untuk hal tidak produktif menghidupi mantan anggota DPR RI yang hanya menjabat lima tahun,” ujar Insan dalam keterangannya, Minggu, 5/10/2025.
Ia juga menilai sudah saatnya dilakukan evaluasi besar-besaran terhadap hak keuangan pejabat negara lainnya, bukan hanya anggota DPR RI. Menurutnya, masih banyak jabatan yang menyedot anggaran besar tanpa urgensi nyata.
“Beban APBN juga datang dari gaji para utusan khusus, direktur dan komisaris BUMN aktif yang hak keuangannya bisa mencapai sepuluh hingga dua puluh lima kali UMP masyarakat. Belum lagi tenaga ahli, staf ahli, dan staf khusus yang kadang hanya merupakan bentuk balas budi politik,” lanjutnya.
Senada, Pengamat Komunikasi Politik Universitas Paramadina, Erik Ardiyanto, menilai skema pensiun seumur hidup bagi anggota DPR RI tidak adil, tidak efisien, dan menjadi beban jangka panjang bagi keuangan negara.
“Di tengah upaya pemerintah melakukan efisiensi dan reformasi birokrasi, skema pensiun seumur hidup bagi anggota legislatif justru menunjukkan ketimpangan dan privilege yang berlebihan,” kata Erik dalam keterangannya, Minggu, 5/10/2025.
Erik mempertanyakan keadilan sistem tersebut, mengingat anggota DPR RI hanya menjabat lima tahun atau dua periode sekalipun, namun bisa memperoleh pensiun seumur hidup.
“Bagaimana mungkin anggota DPR RI yang hanya menjabat lima tahun bisa mendapatkan pensiun seumur hidup, sementara jutaan pekerja lain harus bekerja puluhan tahun untuk memperoleh jaminan hari tua?” ujarnya.
Menurutnya, hak pensiun anggota DPR RI di tengah kondisi ekonomi saat ini tidak sejalan dengan prinsip keadilan dan kepantasan.
“Ini bukan soal besarannya saja, tetapi asas keadilan dan kepantasan. DPR RI seharusnya menjadi teladan dalam reformasi sistem pensiun, bukan mempertahankan privilese,” pungkas Erik.
Sebelumnya, dua warga yakni Lita Linggayani Gading dan Syamsul Jahidin mengajukan gugatan uji materil atau judicial review Nomor 176/PUU-XXIII/2025 UU Nomor 12 Tahun 1980 yang mengatur pemberian hak administrasi anggota dan pimpinan lembaga tinggi negara termasuk pensiun Anggota DPR RI.
Menurut mereka, aturan ini tidak adil karena memungkinkan seorang yang hanya menjabat sekali saja di periode lima tahun bisa mendapatkan pensiun. Sedangkan, profesi di masyarakat lain harus menabung lewat BPJS Ketenagakerjaan atau program pensiun lain dengan penuh persyaratan.*
Laporan oleh: Muhammad Reza