PN Jakpus Segera Sidangkan Perkara Hakim Djuyamto Cs Di Kasus Vonis Lepas Minyak Goreng

Adapun para hakim tersebut diantaranya ialah Djuyamto (DJU) selaku ketua Majelis Hakim, dan dua anggota majelis yakni Agam Syarif Baharudin (ASB) dan Ali Muhtarom (AM). Selain itu, ialah Muhammad Arif Nuryanta (MAN) selaku Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Selatan dan Wahyu Gunawan (WG) selaku panitera muda perdata PN Jakarta Utara.
Juru Bicara PN Jakarta Pusat, Sunoto menyebut bahwa lima perkara tersebut sudah teregister setelah Kejaksaan Negeri Jakarta Pusat melimpahkan perkara tersebut ke pengadilan.
Untuk perkara Muhammad Arif Nuryanta dan Wahyu Gunawan akan diadili Majelis Hakim terlebih dahulu, yakni pada Rabu, 20 Agustus 2025.
Sedangkan perkara Djuyamto, Agam Syarief Baharudin dan Ali Muhtarom baru akan disidangkan pada keesokan harinya, yaitu pada Kamis, 21 Agustus 2025.
“Adapun susunan majelis yang akan mengadili untuk kelima terdakwa di atas yaitu Ketua majelis Effendi selaku Wakil Ketua PN Jakpus, dengan anggota Adek Nurhadi dan hakim ad hoc Tipikor Andi Saputra,” kata Sunoto.
Sebelumnya, Kejaksaan Agung menetapkan Ketua PN Jakarta Selatan dan tiga majelis hakim yang mengadili perkara tersebut menjadi tersangka setelah diduga menerima suap sebanyak total Rp60 miliar di kasus vonis lepas pada perkara korupsi pemberian fasilitas ekspor crude palm oil (CPO) atau minyak goreng.
Adapun para tersangka tersebut ialah, Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Selatan Muhammad Arif Nuryanto, serta panitera muda Pengadilan Negeri Jakarta Utara, Wahyu Gunawan.
Selain itu, Kejagung turut menjerat tiga hakim aktif, yaitu Agam Syarif Baharudin, Ali Muhtarom, dan Djuyamto serta dua orang pengacara, yakni Marcella Santoso dan Ariyanto.
Dalam kasus ini, ditemukan fakta soal adanya kesepakatan antara tersangka AR (Ariyanto) selaku kuasa hukum korporasi dengan panitera muda perdata PN Jakarta Utara, WG alias Wahyu Gunawan, guna mengurus kasus korupsi korporasi minyak goreng.
AR meminta agar perkara tersebut diputus onslag (lepas dari tuntutan hukum) dengan menyiapkan dana awal sebesar Rp20 miliar.
Permintaan itu kemudian disampaikan WG kepada tersangka MAN (Muhammad Arif Nuryanta), yang saat itu menjabat sebagai Wakil Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. Namun, MAN meminta jumlah uang tersebut dilipatgandakan menjadi Rp60 miliar. Kesepakatan pun terjadi, dan AR menyanggupi permintaan tersebut.
Selanjutnya, AR menyerahkan uang dalam bentuk dolar Amerika senilai Rp60 miliar kepada WG, yang kemudian diserahkan kepada MAN. WG menerima imbalan sebesar USD 50.000 sebagai “jasa penghubung.”
Setelah menerima uang, MAN menunjuk tiga hakim untuk menangani perkara tersebut, yaitu DJU sebagai Ketua Majelis, serta AM dan ASB sebagai hakim anggota. Ketiganya kemudian diberi uang sebesar Rp4,5 miliar dalam bentuk dolar Amerika yang dimasukkan ke dalam goodie bag.
“Uang tersebut diberikan sebagai uang untuk baca berkas perkara dan Muhammad Arif Nuryanta menyampaikan kepada dua orang tersebut agar perkara diatensi,” ujar Qohar.
Pada bulan September atau Oktober 2024, MAN kembali menyerahkan uang dalam bentuk dolar senilai Rp18 miliar kepada DJU. Uang tersebut lalu dibagi di depan Bank BRI Pasar Baru, Jakarta Selatan, dengan rincian:
ASB menerima Rp4,5 miliar, DJU menerima Rp6 miliar (dengan Rp300 juta diserahkan kepada panitera), dan AM menerima Rp5 miliar.
Total dana suap yang diterima para hakim mencapai Rp22 miliar. Ketiga hakim tersebut diduga mengetahui bahwa uang yang mereka terima bertujuan agar perkara diputus onslag.*
Laporan oleh: Syahrul Baihaqi