Minggu, 22 Juni 2025
Menu

Pengamat Sebut Kemnaker Tak Akui Adanya Krisis Lowongan Kerja

Redaksi
Job Fiar Bekasi | Ist
Job Fiar Bekasi | Ist
Bagikan:

FORUM KEADILAN – Pengamat Ketenagakerjaan dari Universitas Gadjah Mada (UGM) Tadjuddin Noer Effendi menilai, membludaknya pencari kerja dalam job fair di Bekasi merupakan cerminan nyata krisis mencari pekerjaan di Indonesia.

Hal ini menyoroti pernyataan dari Kepala Biro Humas Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker) Sunardi Manampiar Sinaga yang membantah bahwa tingginya jumlah pelamar merupakan indikasi krisis ketenagakerjaan.

Sunardi bahkan menyatakan, antusiasme dalam job fair tersebut dipicu oleh semangat para lulusan baru untuk mencari pekerjaan, keinginan berpindah kerja, atau bahkan sekadar ingin melihat-lihat situasi. Namun, Tadjuddin menyebut, argumen tersebut justru tidak masuk akal.

“Enggak mungkin anak muda berbondong-bondong ke job fair sampai pingsan, hanya untuk melihat-lihat. Kenapa tidak jujur saja bahwa memang lowongan kerja saat ini sangat dibutuhkan?” katanya kepada Forum Keadilan, Selasa, 3/6/2025.

Ia mengingatkan bahwa fenomena serupa juga pernah terjadi di DKI Jakarta sebelumnya, ketika lowongan untuk PPSU atau pasukan oranye dibuka. Dari kebutuhan 1.200 orang, pelamar yang datang justru mencapai 7 ribu dan didominasi lulusan sarjana.

“Jadi, tidak masuk akal jika orang datang ke job fair hanya untuk main-main. Itu bukan fenomena baru dan jelas menunjukkan betapa mendesaknya masalah ketenagakerjaan,” ujarnya.

Lebih lanjut, ia menyoroti data pengangguran nasional saat ini naik 5 persen. Jika dirinci, tingkat pengangguran untuk lulusan SMP mencapai 16,2 persen, SMA 28 persen, dan sarjana (S1) 14 persen.

“Kalau melihat realitas di job fair Bekasi itu generasi muda semua, mereka lulusan SMA hingga S1. Itu nyata. Jadi, pernyataan Humas Kemnaker itu tidak masuk di akal. Para pencari kerja itu sampai mempertaruhkan nyawa mereka,” tegasnya.

Tadjuddin juga menyayangkan sikap pemerintah yang dinilainya enggan mengakui bahwa kondisi dunia kerja Indonesia tengah dalam situasi mengkhawatirkan. Ia menyebut tingginya pemutusan hubungan kerja (PHK), angka pengangguran yang meningkat, dan minimnya lowongan kerja sebagai masalah serius yang belum tertangani secara optimal.

“Masa data BPS soal pengangguran yang rutin diterbitkan tidak diketahui? Saya saja selalu cari dan baca. Ini situasi sangat mengkhawatirkan, jangan dianggap enteng,” katanya.

Ia menekankan pentingnya perhatian serius terhadap persoalan ini, mengingat tantangan besar menuju visi Indonesia Emas 2045 yang bisa menjadi boomerang.

“Kalau tidak bisa diatasi, ini bahaya. Cita-cita Indonesia Emas 2045 bisa gagal dan justru menjadi malapetaka. Lihat saja tagar ‘kabur saja dulu’, itu realitas pemuda kita hari ini,” pungkasnya.*

Laporan oleh: Novia Suhari