Pakar: Premanisme Cermin Kerentanan Sosial, Penegak Hukum Harus Bersih dan Tegas

FORUM KEADILAN – Maraknya praktik premanisme di sejumlah wilayah dinilai bukan hanya soal kriminalitas jalanan, melainkan cerminan dari kerentanan sosial dan lemahnya penegakan hukum.
Pakar kebijakan publik dari Institute for Democratic Policy and Legal Practices (IDP-LP) Riko Noviantoro menyebut premanisme sebagai bentuk disfungsi struktur sosial yang dibiarkan berlangsung lama.
“Premanisme muncul ketika relasi sosial antar warga tidak lagi harmonis. Ketika struktur sosial kehilangan kohesinya, kekuatan informal seperti preman mengambil alih ruang-ruang interaksi yang seharusnya dijaga negara,” kata Riko kepada Forum Keadilan, Jumat, 16/5/2025.
Menurut Riko, fenomena ini juga erat kaitannya dengan kemerosotan ekonomi masyarakat. Pasalnya, ketimpangan sosial dan keterbatasan akses ekonomi menciptakan tekanan yang mendorong sebagian individu mengambil jalan kekerasan demi keuntungan pribadi.
“Dalam masyarakat dengan kondisi ekonomi yang buruk, premanisme seringkali menjadi alternatif bertahan hidup bagi aktor-aktor yang melihat tidak adanya pilihan lain,” kata Riko.
Selain itu, Riko menilai lemahnya institusi penegak hukum turut memperparah situasi. Menurut Riko, penegak hukum seharusnya menjadi garda terdepan dalam memberikan perlindungan, namun dalam banyak kasus justru tidak hadir atau bahkan terlibat.
“Premanisme juga menjadi gambaran lemahnya sistem hukum. Tidak bisa dipungkiri, kadang ada hubungan tak sehat antara oknum aparat dan pelaku premanisme. Ada upaya saling melindungi yang merusak kepercayaan publik,” tegasnya.
Meskipun begitu, Riko tetap mengapresiasi operasi pemberantasan premanisme yang dilakukan oleh aparat kepolisian belakangan ini. Tetapi, kata Riko, langkah tersebut harus dibarengi dengan pembenahan internal dan pendekatan yang lebih sistemik.
“Operasi penertiban penting, tapi jangan berhenti di permukaan. Penegak hukum juga harus membersihkan institusinya dari oknum yang bermain mata dengan kelompok preman. Itu kunci untuk membangun kembali rasa aman dan kepercayaan masyarakat,” tandasnya.
Sebelumnya diberitakan, Polisi bersama TNI hingga Satpol PP menggelar razia dengan menyasar sejumlah preman di kawasan Puri Indah, Kembangan, Jakarta Barat, pada Selasa, 13/5 malam.
Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes Ade Ary Syam Indradi mengungkapkan, dalam kegiatan razia itu, ada sebanyak 22 preman yang ditangkap. Puluhan preman terafiliasi ormas GRIB, FBR, hingga kelompok Karang Taruna.
“Dimulai dari kegiatan surveilans, kemudian penyelidikan, didapatkan ada 22 orang yang melakukan aksi preman,” katanya.
Ade menyebut para pelaku kerap melakukan pungutan liar terhadap sejumlah pegawai perkantoran dan pedagang kaki lima yang ada di Puri Indah. Polisi turut menyita barang bukti berupa karcis hingga buku yang berisi catatan hasil memungut.
“Ini ada beberapa barang bukti karcis yang mereka cetak sendiri, kemudian ini ada rekapan hasil pungutan,” jelas dia.
Adapun dari perbincangan dengan beberapa pedagang kaki lima, mereka mengaku dimintai uang senilai Rp1 juta sebagai uang pangkal. Bahkan, tiap bulannya, mereka diminta uang senilai Rp300 hingga Rp500 ribu bergantung luas lapak berdagang.
Selain uang bulanan, para pedagang dimintai lagi uang kebersihan dan uang listrik tiap harinya.
“Jadi masyarakat di sekitar sini, pedagang kaki lima itu sudah sangat resah dengan adanya pungutan-pungutan ini. Nah, ini harus kami respons dengan cepat,” ucapnya.
Ade berharap aksi premanisme tak lagi terjadi. Masyarakat yang merasa resah atas aksi premanisme dapat melapor ke polisi. Dengan demikian, situasi Kamtibmas di Jakarta dan sekitarnya dapat tetap terjaga.
“Kami berharap masyarakat tidak takut memberikan laporan kepada kami apabila merasa dirugikan akibat adanya aksi premanisme oleh siapa pun. Bisa menghubungi kami di 110, nomor telepon gratis,” tandasnya.*
Laporan Ari Kurniansyah