FORUM KEADILAN – Sekretaris Jenderal (Sekjen) PDI Perjuangan Hasto Kristiyato menyebut, dihadirkannya penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sebagai saksi dalam persidangan merupakan hal baru yang pertama kali terjadi dalam sejarah Indonesia.
Ia menilai, hal ini menimbulkan kesan intervensi politik yang kuat dalam kasus perintangan penyidikan dan suap pergantian antar waktu (PAW) Harun Masiku yang menyeret namanya.
“Karena sejak awal agenda politik, kepentingan politik terhadap kasus ini kan sangat kuat sehingga untuk pertama kalinya, di dalam sejarah persidangan kita,” ujar Hasto usai skorsing sidang di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta Pusat, Jumat, 9/5/2025.
Ia mengaku heran dengan adanya penyidik KPK yang jadi saksi dalam persidangan. Padahal, kata dia, penyidik tersebut tidak mengalami, melihat, maupun mendengar langsung suatu tindak pidana tersebut.
Adapun 3 penyidik KPK yang dihadirkan tersebut ialah Rossa Purbo Bekti, Rizka Anungnata, dan Arif Budi Raharjo.
“Sampai penyidik KPK turun tangan secara langsung menjadi saksi padahal tidak mengalami secara langsung, tidak melihat secara langsung, dan tidak mendengar secara langsung sehingga yang disampaikan adalah suatu asumsi dan pendapat,” tuturnya.
Hasto juga menyebut bahwa Rossa yang juga menjadi saksi sekaligus penyidik telah berperan ganda. Hal ini, kata dia, otomatis memberatkannya.
Ia mengatakan, hal tersebut merupakan bukti pelanggaran atas kepastian hukum, prinsip akuntabilitas, serta adanya konflik kepentingan.
Selain itu ia menilai, tindakan tersebut menunjukkan bahwa fakta hukum yang ada sebenarnya tidak cukup kuat untuk menjerat dirinya, sehingga menurutnya, muncul konstruksi hukum yang ‘dibuat-buat’ berdasarkan asumsi dan tafsir yang dicampuradukkan.
“Karena itulah, kami berdasarkan fakta-fakta yang telah memiliki kekuatan hukum yang tetap, kami menyakini bahwa kepentingan-kepentingan kekuasaan itulah yang nantinya dapat dihadapkan dengan berbagai fakta-fakta hukum yang sebenarnya benarnya,” katanya.
Dalam kasus ini, Hasto didakwa melakukan perintangan penyidikan atau obstruction of justice dan menyuap mantan komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU) Wahyu Setiawan Rp600 juta agar Harun Masiku bisa menjadi anggota DPR RI Pergantian Antar Waktu (PAW) 2019-2024.
Dalam dakwaan pertama, ia disebut melanggar Pasal 21 Undang-Undang (UU) Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) juncto Pasal 65 ayat 1 KUHP.
Sedangkan pada dakwaan kedua, ia dijerat melanggar Pasal 5 ayat 1 huruf a atau Pasal 13 UU Pemberantasan Tipikor juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP juncto Pasal 64 ayat 1 KUHP.*
Laporan Syahrul Baihaqi