Debat Panas Keabsahan Rekaman Percakapan Riezky-Saeful, Tim Hukum Hasto Nilai Rekaman Ilegal

FORUM KEADILAN – Dalam sidang lanjutan perkara Sekretaris Jenderal (Sekjen) PDI Perjuangan Hasto Kristiyanto terjadi perdebatan panas antara Jaksa Penuntut Umum (JPU) pada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dengan Tim Hukum Hasto Kristiyanto soal legalitas rekaman percakapan antara Riezky Aprilia dengan Saeful Bahri.
Tim hukum Hasto mempermasalahkan soal legalitas rekaman percakapan antara Riezky dan Saeful yang diajukan sebagai alat bukti oleh JPU dalam persidangan kasus dugaan perintangan penyidikan dan suap pergantian antarwaktu (PAW) anggota DPR Harun Masiku.
Mulanya, JPU hendak memutarkan rekaman yang memuat percakapan antara Riezky dengan Saeful saat bertemu di Singapura pada 25 September 2019. Riezky mengklaim bahwa rekaman tersebut merupakan bukti adanya tekanan kepada dirinya untuk mengundurkan diri sebagai caleg. Namun, Tim Hukum Hasto memprotes keras hal tersebut.
Kuasa hukum Hasto, Alvon Kurnia menyebut bahwa rekaman tersebut bersifat ilegal karena diduga dilakukan tanpa seizin pihak yang direkam. Ia menilai, hal tersebut melanggar prinsip kerahasiaan sebagaimana tertuang dalam Pasal 20 ayat 2 Undang-Undang (UU) Perlindungan Data Pribadi.
“Apakah orang yang direkam ketika itu memberikan persetujuan atau tidak walaupun pada saat ini dikatakan sudah memiliki alat bukti,” ujar Alvon dalam persidangan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta Pusat, Rabu, 7/5/2025.
Menurutnya, ini tidak hanya terkait dengan putusan Mahkamah Konstitusi (MK) melainkan juga harus selaras dengan peraturan perundang-undangan.
“Saya yakin bahwa pada saat ini kita menyidangkan ini berdasarkan UU. Kalau misalnya tidak, (persidangan) ini sudah melanggar UU juga,” tambahnya.
Ia juga menekankan bahwa legalitas alat bukti harus diuji sesuai ketentuan hukum, bukan sekadar karena telah disita oleh penuntut umum.
“Tetap, rekaman ini ilegal. Ini kan berdasarkan UU. Kalau ini dibolehkan, pertanyaannya seluruh aktivitas kita, termasuk CCTV, yang tidak kita setujui jadi dibolehkan. Mohon pertimbangannya majelis hakim,” tambahnya.
Menanggapi hal itu, JPU menyatakan bahwa rekaman tersebut merupakan inisiatif dari saksi sendiri untuk menguatkan keterangannya. Setelah diserahkan kepada JPU, rekaman itu kemudian disita secara sah sebagai bagian dari alat bukti.
“Rekaman ini digunakan untuk menguatkan keterangan yang bersangkutan. Bukan kami yang merekam, tetapi saksi sendiri,” jelas JPU.
Ketua Majelis Hakim Rios Rahmanto lantas menyatakan bahwa keberatan dari penasihat hukum akan dicatat dan dipertimbangkan dalam proses penilaian akhir.
Ia menegaskan bahwa seluruh pihak diberikan ruang untuk menyampaikan bukti masing-masing, dan sah atau tidaknya suatu alat bukti akan diputuskan dalam pertimbangan majelis.
“Kalau menurut penasihat hukum rekaman ini tidak sah, silakan disampaikan dalam pledoi. Kami akan mempertimbangkan,” ujarnya.
Dalam kasus ini, Hasto didakwa melakukan perintangan penyidikan atau obstruction of justice dan menyuap mantan komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU) Wahyu Setiawan Rp600 juta agar Harun Masiku bisa menjadi anggota DPR RI Pergantian Antar Waktu (PAW) 2019-2024.
Dalam dakwaan pertama, ia disebut melanggar Pasal 21 UU Pemberantasan Tipikor juncto Pasal 65 ayat 1 KUHP.
Sedangkan dakwaan kedua, ia dijerat melanggar Pasal 5 ayat 1 huruf a atau Pasal 13 UU Pemberantasan Tipikor juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP juncto Pasal 64 ayat 1 KUHP.*
Laporan Syahrul Baihaqi