Sabtu, 16 Agustus 2025
Menu

Kebijakan KDM Dinilai Kurang Tepat Sebab Tanpa Kajian Khusus

Redaksi
Gubernur Jawa Barat (Jabar) Kang Dedi Mulyadi (KDM) di Gedung DPR RI, Jakarta, Selasa, 29/4/2025 | Novia Suhari/Forum Keadilan
Gubernur Jawa Barat (Jabar) Kang Dedi Mulyadi (KDM) di Gedung DPR RI, Jakarta, Selasa, 29/4/2025 | Novia Suhari/Forum Keadilan
Bagikan:

FORUM KEADILAN – Sosiolog dari Universitas Nasional (Unas) Nia Elvina menilai, kebijakan Gubernur Jawa Barat (Jabar) Kang Dedi Mulyadi (KDM) yang memasukan anak atau siswa dengan kategori ‘nakal’ ke Barak Militer mulai hari ini Jumat, 2 Mei 2025, masih kurang tepat.

Sebab menurutnya, suatu kebijakan harus didasari dari berbagai kajian mengenai akar permasalahannya di masyarakat.

“Dalam fenomena sosial ini misalnya, anak menjadi nakal penyebab utamanya lingkungan keluarga,  masyarakat dan kebijakan pemerintah yang ada, tidak mendukung anak-anak untuk berkembang dengan baik,” katanya kepada Forum Keadilan, Jumat, 2/5/2025.

Misalnya, kata Nia, untuk kategori anak nakal yang kasusnya kecanduan mobile phone atau Mobile Legend, yang pada dasarnya berasal dari lingkungan keluarga. Dari beberapa hasil kajian, orang tua cenderung bersikap permisif terhadap penggunaan mobile phone (game dan sejenisnya) oleh anak-anak dan penggunaanya tanpa pengawasan.

“Di lingkungan masyarakat, masyarakat kita kepedulian sosialnya juga mengalami degradasi, anak-anak yang mengalami kecanduan bermain Mobile Legend dianggap sebagai masalah ‘personal’ keluarga masing-masing,” ujarnya.

Sementara pada ranah kebijakan, pemerintah tidak mendukung sama sekali anak untuk berkembang dengan baik, padahal Mobile Legend menjadi e-sport yang dilombakan di setiap sekolah bahkan nasional hingga internasional.

“Jadi, hal yang paling utama yang harus dilakukan pemerintah adalah membuat kebijakan pembangunan manusia Indonesia (termasuk anak-anak di dalamnya), yang berorientasi pada nilai-nilai yang mencerminkan manusia Indonesia yang Pancasialis,” ucapnya.

Ia menekankan konsep manusia Indonesia yang Pancasilais ini seharusnya yang diturunkan menjadi kebijakan termasuk dalam kurikulum dan berprilaku dalam ranah institusi pendidikan.

Oleh karena itu, presiden harus menempatkan para pembantunya (menteri) berbasis nilai the right man on the right place, salah satu konsep yang didegungkan oleh salah satu pendiri bangsa ini, Mohammad Hatta.

“Sehingga, jika presiden menempatkan, misalnya Menteri Pendidikan yang tepat, Menteri Sains yang tepat (mempunyai idealisme dan kemampuan yang mumpuni, nasionalisme yang kuat), saya kira permasalahan ini (anak-anak) nakal akan terurai dan teratasi,” pungkasnya.*

Laporan Novia Suhari