Bareskrim Polri: Tak Ada Kerugian Negara pada Kasus Pagar Laut Tangerang

FORUM KEADILAN – Bareskrim Polri mengklaim bahwa belum ada kerugian negara dalam kasus pemalsuan dokumen surat izin Hak Guna Bangunan (HGB) pagar laut Tangerang, Banten.
Direktur Tindak Pidana Umum (Dirtipidum) Bareskrim Polri Brigjen Pol Djuhandani Rahardjo Puro mengungkapkan bahwa hal tersebut terungkap lewat hasil diskusi bersama Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) usai mendapatkan petunjuk P19 dari Kejaksaan Agung (Kejagung).
“Dari teman-teman BPK, kita diskusikan, kira-kira ini ada kerugian negara di mana ya. Mereka belum bisa menjelaskan adanya kerugian negara,” jelas Djuhandhani dalam konferensi pers di Kantor Bareskrim Polri, Jakarta, Kamis, 10/4/2025.
Kata Djuhandani, adapun kerugian yang penyidik temukan yaitu dari nelayan-nelayan yang tak bisa melaut karena adanya pagar laut tersebut.
“Karena kerugian yang ada saat ini yang didapatkan penyidik adalah kerugian yang didapat oleh para nelayan, dengan adanya pemagaran itu dan lain sebagainya,” ujar Djuhandani.
Walaupun begitu, lewat Kortastipidkor, Bareskrim Polri kini sedang menyelidiki adanya dugaan suap dan gratifikasi yang dilakukan pada kasus pagar laut Tangerang.
“Terdapatnya indikasi pemberian suap atau gratifikasi kepada para penyelenggara negara saat ini yang dalam hal ini Kades Kohod, saat ini sedang dilakukan penyelidikan oleh Kortastipidkor Mabes,” tutur dia.
Penyelidikan juga turut dilakukan oleh Ditektorat Tindak Pidana Tertentu Bareskrim Polri terhadap dugaan terjadinya kejahatan atas kekayaan negara berupa pemagaran wilayah laut Desa Kohod ini.
“Terhadap kejahatan atas kekayaan negara yang berupa pemagaran wilayah laut Desa Kohod saat ini sedang dilaksanakaan proses penyelidikan oleh Direktorat Tindak Pidana Tertentu dan sudah turun sprin sidiknya,” ungkap dia.
Djuhandani menuturkan, Dirtipidum Polri pun sudah mengirimkan kembali berkas perkara pagar laut Tangerang ke Kejagung.
“Dari penyidik Polri khususnya melihat bahwa tindak pidana pemalsuan sebagaimana dimaksud dalam rumusan Pasal 263 KUHP menurut penyidik yang berkas yang kami kirimkan itu sudah terpenuhi unsur secara formal maupun materiil. Artinya, kita sudah hari ini kita kembalikan dengan alasan-alasan yang tadi kami sampaikan,” pungkas Djuhandani.
Sebelumnya, Kejagung mengarahkan agar Bareskrim Polri dapat mengusut kasus pagar laut di Tangerang ke ranah tindak pidana korupsi.
Dikarenakan, hal itu terindikasi kuat telah terjadi gratifikasi dan suap dalam proses perizinan yang dilakukan oleh Kepala Desa Kohod, Arsin, dan tiga tersangka lainnya.
“Analisis Jaksa Penuntut Umum mengungkap adanya indikasi kuat bahwa penerbitan SHM (sertifikat hak milik), SHGB (sertifikat hak guna bangunan), serta izin PKK-PR darat dilakukan secara melawan hukum,” ujar Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung Harli Siregar dalam keterangannya, Selasa, 25/3.
“Dugaan tersebut meliputi pemalsuan dokumen, penyalahgunaan wewenang oleh pejabat publik, serta adanya indikasi penerimaan gratifikasi atau suap oleh para tersangka, termasuk Kepala Desa dan Sekretaris Desa Kohod,” lanjutnya.
Proses pemalsuan dokumen ini diduga mengakibatkan kerugian negara dan kerugian perekonomian.
“Ditemukan potensi kerugian keuangan negara dan kerugian perekonomian negara sebagai akibat dari penguasaan wilayah laut secara ilegal. Hal ini termasuk penerbitan izin dan sertifikat tanpa izin reklamasi maupun izin PKK-PR Laut sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku,” jelasnya.
Harli mengatakan bahwa JPU menduga penerbitan sertifikat ini dilakukan untuk memperoleh keuntungan secara tidak sah dalam proyek pengembangan kawasan Pantai Indah Kapuk (PIK) 2 Tropical Coastland.
Berkas perkaranya dikembalikan dan penyidik Bareskrim Polri diminta untuk menindaklanjuti kasus ini ke ranah tindak pidana korupsi.
“Berdasarkan hasil analisis hukum, Jaksa Penuntut Umum memberikan petunjuk agar penyidikan perkara ini ditindaklanjuti ke ranah tindak pidana korupsi sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Tipikor,” tuturnya.
“Untuk itu, koordinasi lebih lanjut dengan Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus diperlukan guna memastikan proses hukum berjalan sesuai ketentuan,” imbuhnya.*