FORUM KEADILAN – Usai diperiksa selama 10 jam sebagai saksi dalam kasus dugaan korupsi tata kelola minyak mentah dan produk kilang pada PT Pertamina Subholding dan Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) tahun 2018-2023. Mantan Komisaris Utama PT Pertamina (Persero) Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok mengaku, tidak mengetahui apa-apa soal korupsi tersebut.
Diketahui, Ahok diperiksa sebagai saksi di Kejagung sejak pukul 08.45 WIB atau sembilan jam saat berita ini diturunkan.
“Saya juga kaget-kaget, loh kok gila juga ya saya bilang gitu ya, saya kok nggak tahu itu, ini wajar kita nggak tahu, karena kita di atas kan ya,” katanya kepada media di Kejagung RI, Jakarta Selatan, Kamis 13/2/2025.
Ahok mengatakan, Kejagung memiliki data yang lebih banyak ketibang dirinya. Pasalnya, hal ini terjadi di sub holding Pertamina. Sehingga, dirinya tidak bisa memeriksa sampai ke ranah operasional atau hanya memonitoring dari Rencana Kerja dan Anggaran Biaya
“Jadi ternyata, mereka (Kejagung) punya data yang lebih banyak dari pada yang saya tahu. Saya juga kaget-kaget juga, dikasih tahu penelitian ini ada fraud apa, ada penyimpangan transfer seperti apa, dia jelasin, saya juga kaget-kaget karena kan ini kan subholding ya, saya nggak bisa sampai ke operasional,” ucapnya.
Lebih lanjut, Ahok menyebut, dirinya tidak mengetahui terkait dengan pengoplosan BBM menjadi RON 92 atau Pertamax. Bahkan, penyidik juga tidak mempertanyakan hal tersebut kepadanya.
“Enggak-enggak, kalau pengoplosan saya kira itu, di sini penyidik nggak pernah tanya itu kalau pengoplosan otomatis kendaraan-kendaraan akan protes dong kendaraan kita macet dong, nah saya kira bukan itu,” tuturnya
Selain itu, Kapuspenkum Kejagung Harli Siregar mengungkapkan, Ahok dicecar 14 pertanyaan oleh penyidik, terkait kasus tersebut. Ia menuturkan, pertanyaan penyidik lebih melihat tugas dan fungsi Ahok saat masih menjabat sebagai Komisaris Pertamina.
“Ada 14 pertanyaan pokok, Lebih melihat bagaimana tugas fungsi yang bersangkutan sebagai Komisaris Pertamina, terkait aktivitas pengawasan dalam kaitan importasi atau tata kelola kilang di subholding Pertamina Patra Niaga,” ujarnya.
Harli menegaskan, dalam tahap pemeriksaan ini, Ahok belum melengkapi semua dokumen yang dibutuhkan untuk dipelajari penyidik. Kata Harli, Ahok kemungkinan bakal diperiksa ulang.
“Jadi semua ini masih dalam proses tentu penyidik akan mendalami sembari kita masih menunggu dokumen,” tandasnya.
Sebelumnya diberitakan, diduga terjadi praktik pengoplosan BBM jenis RON 92 atau pertamax yang terjadi pada periode 2018-2023. Selama kurun waktu tersebut, para pelaku mencampur BBM impor jenis RON 88 (premium) atau RON 90 (pertalite) dengan RON 92.
BBM oplosan tersebut kemudian dipasarkan pada seluruh SPBU Pertamina sebagai pertamax atau BBM nonsubsidi. Tak hanya itu, para pelaku juga melakukan mark up biaya logistik pengiriman BBM impor hingga 13-15%.
Dalam kasus ini, jaksa setidaknya mencatat terjadi kerugian negara hingga Rp193,7 triliun per tahun. Kerugian negara tersebut terdiri dari kerugian dari ekspor minyak mentah dalam negeri Rp35 triliun.*
Laporan Ari Kurniansyah