Rodrigo Duterte menghadapi dakwaan “kejahatan terhadap kemanusiaan berupa pembunuhan”, menurut ICC atas tindakannya yang menurut sejumlah kelompok hak asasi manusia telah menelan banyak korban.
Para korban tersebut diperkirakan puluhan ribu orang, yang banyak di antaranya adalah pria miskin, tewas dibunuh oleh petugas dan kelompok yang main hakim sendiri dan kerap tanpa adanya bukti yang menyatakan bahwa mereka terkait dengan peredaran narkoba.
“Pagi hari ini, Interpol Manila menerima salinan resmi surat perintah penangkapan dari ICC,” ujar Istana Kepresidenan dalam pernyataannya.
“Saat ini, ia berada dalam tahanan pihak berwenang.” lanjutnya.
Pernyataan itu menambahkan bahwa “mantan Presiden dan kelompoknya berada dalam kondisi kesehatan yang baik dan tengah diperiksa oleh dokter pemerintah.”
Diketahui, Duterte ditangkap setelah mendarat di bandara internasional di Manila usai kunjungan singkatnya ke Hong Kong.
Rodrigo yang berbicara kepada ribuan para pekerja migran Filipina di Hong Kong, pada Minggu, 9/3/2025, mengecam investigasi terhadap dirinya, dan melabeli penyelidik ICC sebagai “putra dari pelacur.” Dalam kesempatan yang sama, ia juga mengatakan dirinya akan “menerima” jika ditangkap adalah takdirnya.
“Dengan asumsi bahwa (surat perintah penangkapan) itu benar, mengapa saya melakukannya? Untuk diri saya sendiri? Untuk keluarga saya? untuk Anda dan anak-anak Anda, dan untuk bangsa kita,” kata Duterte saat berpidato di Hong Kong, dalam upaya membenarkan kebijakannya yang brutal itu.
“Jika ini benar-benar takdir hidup saya, tidak apa-apa, saya akan menerimanya. Mereka dapat menangkap saya, memenjarakan saya,” tegasnya.
Sebagai informasi, Kebijakan “perang melawan narkoba” menjadi kebijakan yang membawa Duterte kepada kekuasaan pada tahun 2016 lalu, sebagai Wali kota yang tidak konvensional dan berorientasi memberantas kejahatan, yang memenuhi janji kepada rakyat untuk membunuh ribuan pengedar narkoba di Filipina.
Kemudian, Filipina keluar dari ICC pada 2019 sesuai dengan arahan Duterte, tetapi pengadilan internasional tetap mempertahankan yurisdiksinya terkait pembunuhan dalam perang narkoba Duterte sebelum Filipina keluar, dan juga terkait pembunuhan di kota di selatan Filipina, Davao, ketika Duterte menjadi Wali kota di wilayah tersebut beberapa tahun sebelum ia menjadi Presiden.
ICC meluncurkan penyelidikan resmi pada September 2021, tetapi menundanya dua bulan kemudian setelah Manila mengatakan pihaknya memeriksa kembali ratusan kasus operasi pemberantasan narkoba yang mengarah kepada pembunuhan yang dilakukan oleh polisi, pembunuh bayaran, dan sejumlah kelompok yang main hakim sendiri.
Penyelidikan kembali dimulai pada Juli 2023, setelah lima panel hakim menolak keberatan yang diajukan Filipina terkait kurangnya yurisdiksi yang dimiliki oleh ICC.
Hingga saat itu, pemerintahan Presiden Ferdinand Marcos menyebut dalam sejumlah kesempatan bahwa pihaknya tidak akan bekerja sama dalam penyelidikan tersebut.
Tetapi, Wakil Menteri Kantor Komunikasi Presiden, Claire Castro, pada hari Minggu mengatakan jika Interpol ingin “meminta bantuan yang dibutuhkan dari pemerintah, pemerintah wajib menyediakannya.”
Di sisi lain, Kantor Presiden Ferdinand Marcos Jr mengungkapkan belum ada komunikasi resmi yang diterima oleh pihaknya dari Interpol, tetapi hal tersebut mengindikasikan bahwa Duterte dapat diserahkan.
“Para penegak hukum kami siap untuk mematuhi apa yang diamanatkan hukum, jika surat perintah penangkapan perlu dilaksanakan karena permintaan dari Interpol,” kata wakil sekretaris komunikasi kepresidenan Filipina, Claire Castro, saat berbicara kepada wartawan.*