Selasa, 08 Juli 2025
Menu

KPPU Selidiki Dugaan Monopoli PT Pertamina Patra Niaga dalam Penjualan LPG Non Subsidi

Redaksi
Pertamina
Pertamina | ist
Bagikan:

FORUM KEADILAN –  Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) memulai penyelidikan awal atas dugaan praktik monopoli yang dilakukan oleh PT Pertamina Patra Niaga (PT PPN) dalam penjualan Liquefied Petroleum Gas (LPG) Non Subsidi di pasar midstream.

Penyelidikan ini merupakan tindak lanjut dari kajian yang dilakukan KPPU sejak tahun lalu terkait struktur harga dan persaingan usaha di sektor tersebut.

Deputi Bidang Kajian dan Advokasi KPPU Taufik Ariyanto mengungkapkan bahwa penyelidikan awal ini telah ditetapkan dalam Rapat Komisi yang digelar 5 Maret 2025 di Kantor KPPU, Jakarta.

“Kami telah melakukan kajian sejak tahun lalu dan menemukan adanya indikasi praktik monopoli dalam penjualan LPG non subsidi. Oleh karena itu, KPPU memutuskan untuk melanjutkan proses ini ke tahap penyelidikan awal guna mencari alat bukti lebih lanjut,” katanya dalam keterangannya, Minggu, 9/3/2025.

KPPU menduga bahwa PT PPN menguasai lebih dari 80 persen pasokan LPG domestik dan impor, serta menjual LPG non subsidi dengan harga sangat tinggi melalui merek dagang BrightGas. Selain itu, PT PPN juga memasok LPG bulk kepada perusahaan lain seperti BlueGas dan PrimeGas, yang kemudian mendistribusikan LPG non subsidi dalam bentuk tabung.

Dalam kajian KPPU, ditemukan adanya keuntungan super normal dari penjualan LPG non subsidi yang mencapai 10 kali lipat dibandingkan laba dari LPG subsidi, dengan total keuntungan sekitar Rp1,5 triliun pada tahun 2024.

Kenaikan harga LPG non subsidi yang tinggi ini menyebabkan banyak konsumen beralih menggunakan LPG Subsidi 3 kg, yang diperuntukkan bagi masyarakat kurang mampu.

“Akibat perilaku eksklusif dan eksploitatif ini, konsumen downstream yang juga merupakan pesaing PT PPN di pasar LPG non subsidi terpaksa membeli dengan harga lebih mahal. Hal ini tidak hanya merugikan pelaku usaha lain, tetapi juga berdampak pada anggaran negara karena meningkatnya penggunaan LPG subsidi,” ujarnya.

Selain menyebabkan peralihan konsumsi, kondisi ini juga berpotensi meningkatkan beban subsidi LPG yang tidak tepat sasaran. Dengan meningkatnya permintaan terhadap LPG subsidi, anggaran negara untuk subsidi turut membengkak, serta ketergantungan terhadap impor LPG semakin tinggi.

KPPU menilai bahwa pola penjualan yang dilakukan PT PPN ini berpotensi melanggar Pasal 17 UU Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat.

Penyelidikan awal yang dilakukan KPPU akan berfokus pada pengumpulan alat bukti terkait dugaan monopoli ini. Jika ditemukan cukup bukti adanya pelanggaran, maka KPPU dapat melanjutkan kasus ini ke tahap penyelidikan lanjutan hingga persidangan.

“Kami akan melakukan pemeriksaan mendalam terhadap berbagai pihak yang terkait, termasuk PT PPN dan pelaku usaha lainnya, untuk memastikan apakah terjadi pelanggaran hukum persaingan usaha,” pungkas Taufik. *

Laporan Novia Suhari