FORUM KEADILAN – Anggota Komisi II DPR RI Deddy Sitorus menyoroti banyaknya permasalahan dalam pelaksanaan Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) 2024.
Dalam rapat kerja (Raker) dan rapat dengar pendapat (RDP) Komisi II DPR RI bersama Menteri Dalam Negeri (Mendagri), Komisi Pemilihan Umum (KPU), Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu), serta Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP), Deddy menyebut bahwa Pemilu kali ini merupakan yang terburuk dalam sejarah.
“Sekarang terbukti apa yang diributkan orang selama ini bahwa Pemilu kita di bawah pemerintahan sebelumnya adalah pemilu paling brengsek dalam sejarah,” kata Deddy dalam rapat di Gedung DPR Komisi II, Senayan, Jakarta Pusat, Kamis, 27/2/2025.
Deddy mengungkapkan, dari 545 daerah yang menggelar Pilkada, sebanyak 310 daerah mengalami permasalahan. Jumlah tersebut, menurutnya, setara dengan hampir 60 persen dari total Pilkada yang digelar.
“Gila ini. Kalau kita punya budaya malu, sepertinya kita harus mundur semua dari KPU, Bawaslu, Mendagri, Kapolri. Gagal kita ini, termasuk DPR,” ujarnya.
Menurut Deddy, dari 235 daerah yang tidak dipersoalkan, 37 di antaranya merupakan daerah dengan calon tunggal alias kotak kosong. Artinya, hanya 198 daerah yang benar-benar bersih dari masalah.
Selain itu, ia juga menyoroti anggaran Rp1 triliun yang harus dikeluarkan untuk pemungutan suara ulang akibat berbagai permasalahan Pilkada. Menurutnya, kondisi ini menunjukkan kegagalan dalam penyelenggaraan pemilu.
“Sekarang rakyat disuruh bayar lagi Rp1 triliun untuk kelalaian kita. Lalu di mana tanggung jawab kita? Ini bukan soal anggaran, tapi soal peradaban,” tegasnya.
Lebih lanjut, ia mengkritik KPU, Bawaslu, hingga Kemendagri yang dinilainya tidak menunjukkan rasa bersalah atas berbagai persoalan yang muncul dalam Pilkada kali ini.
“Kalau Ketua KPU gak merasa bersalah, kalau Bawaslu menganggap ini bukan salahnya, kalau Kemendagri gak merasa ada kekurangan di pihaknya, wah kebangetan. Demikian juga Polri,” katanya.
Deddy juga menolak jika anggaran untuk pemungutan suara ulang dibebankan kepada daerah. Ia menegaskan bahwa seharusnya anggaran Kemendagri yang dipotong untuk menutupi biaya tersebut.
“Buat apa kita diskusikan anggaran? Anggaran Kemendagri saja potong, masa disuruh daerah lagi yang potong? Gak adil,” tandasnya.*
Laporan Muhammad Reza