BGN Sebut Mitra Kurang Berpengalaman Terkait Isu Program MBG Belum Matang hingga Keracunan

FORUM KEADILAN – Kepala Badan Gizi Nasional (BGN) Dadan Hindayana mengatakan bahwa kasus keracunan dan masakan program Makan Bergizi Gratis (MBG) yang tidak matang, disebabkan oleh mitra yang kurang berpengalaman memasak dalam jumlah besar secara bersamaan.
Menurutnya, kasus-kasus tersebut hanya ditemukan pada mitra-mitra yang baru terlibat dalam program MBG.
“Rata-rata yang muncul di berita terakhir ini adalah semua satuan pelayanan yang baru melaksanakan. Yang baru-baru, yang lama-lama sudah tidak (ada masalah). Kenapa? Karena sudah terbiasa,” ujar Dadan di Magelang, Kamis, 27/2/2025.
Dadan menyebut, satuan pelayanan pemenuhan gizi (SPPG) yang baru beroperasi biasanya belum memiliki pengalaman memasak dalam jumlah yang besar, sehingga muncul makanan yang belum matang dan beracun.
Ia menekankan para mitra perlu mempunyai kebiasaan untuk dapat menjalankan program sebesar MBG, tidak cukup hanya memiliki pengetahuan.
“Karena untuk bisa memasak, yang biasa masak 1-10, untuk bisa masak 1.000-3.000, butuh waktu membiasakan sampai kematangannya cukup, sampai rasanya sama,” katanya.
BGN, kata Dadan, telah menetapkan empat standar MBG, yaitu pertama, pemenuhan terkait kebutuhan kalori untuk setiap tahap kebutuhan. Kedua, memenuhi komposisi gizi, yaitu 30 persen protein, 40 persen karbohidrat, dan 30 persen serat. Ketiga, higienis, dan terakhir keamanan.
Tetapi, mitra MBG tetap harus membiasakan diri dengan jumlah porsi yang harus disediakan. Oleh demikian, Dadan meminta kepada para mitra MBG dapat memulai secara bertahap kebiasaan memasak dari jumlah yang kecil terlebih dahulu.
“Oleh sebab itu, kami evaluasi setiap hari, dan kami menyarankan untuk yang baru-baru, tidak mulai langsung banyak, tetapi harus mulai dari kecil. Jadi kalau mereka menjadi mitra, kemudian ingin melakukan penyaluran makan bergizi, maka kami sarankan mulai dari 100-190,” jelasnya.
Kemudian, jika sudah bisa membuat masakan lebih dari 500, SPPG akan diminta memasak lebih banyak sehingga makanan yang diproses dapat menjadi lebih sehat dan bergizi.
“Rata-rata yang muncul di berita terakhir ini adalah semua satuan pelayanan yang baru melaksanakan. Yang baru-baru, yang lama-lama sudah tidak. Kenapa? Karena sudah terbiasa,” katanya.
“Jadi memang untuk program yang besar seperti ini, selain pengetahuan, kebiasaan pun penting,” tegasnya.
Dadan juga menambahkan bahwa SPPG yang terlibat dalam program makan bergizi gratis diharuskan untuk menggunggah menu makanan yang mereka masak setiap hari.
Langkah ini diambil untuk memberikan kontrol bersama terhadap menu yang disajikan kepada masyarakat.
“Kami sudah meminta kepada seluruh satuan pelayanan untuk membuat media sosial sendiri, mulai dari Instagram dan Facebook, dan mereka wajib meng-upload apa yang dimasak hari itu,” ungkapnya.
Ia menekankan bahwa pentingnya transparansi dalam program ini.
“Supaya menjadi kontrol bersama. Jadi, semua orang bisa mengontrol, semua orang bisa melihat, semua orang bisa membanding. Itu adalah mekanisme pertanggungjawaban kami,” katanya.
Diketahui, peristiwa keracunan akibat MBG terulang di Kabupaten Pandeglang, Banten, pada Rabu, 19/2/2025.
Sebanyak 28 siswa dari SDN 2 Alaswangi, Kecamatan Menes, Kabupaten Pandeglang, Banten, dilaporkan mengalami gejala keracunan seusai mengkonsumsi makanan dari program Makan Bergizi Gratis (MBG) di sekolah.
Para siswa mengalami pusing, mual, muntah, dan diare.
Kasus keracunan MBG dilaporkan terjadi di sejumlah daerah, antara lain di Sukoharjo, Jawa Tengah (Jateng); Empat Lawang, Sumatra Selatan (Sumsel); dan Nunukan, Kalimantan Utara (Kalut).*