FORUM KEADILAN – Badan Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM) berhasil mengungkap dan mengamankan berbagai merek kosmetik impor berbahaya dengan total kerugian ekonomi mencapai Rp31,7 miliar. Temuan ini merupakan hasil pengawasan intensif yang dilakukan BPOM pada 10-18 Februari 2025.
“Dalam intensifikasi ini, BPOM menemukan dugaan pelanggaran dan kejahatan produksi serta distribusi kosmetik ilegal sebanyak 91 merek. Total ada 4.334 item dengan 205.133 pcs, dengan nilai ekonomi lebih dari Rp31,7 miliar,” kata Kepala BPOM Taruna Ikrar dalam konferensi pers di Jakarta, Jumat, 21/2/2025.
Produk-produk kosmetik yang diamankan ditemukan mengandung bahan terlarang serta tidak sesuai dengan ketentuan, seperti skincare berlabel etiket biru yang tidak memenuhi standar. Pelanggaran lainnya meliputi kosmetik tanpa izin edar, cara penggunaan yang tidak sesuai dengan definisi kosmetik, serta produk yang sudah kedaluwarsa.
Sebanyak 60 persen dari total produk yang ditemukan merupakan produk impor. BPOM mencatat bahwa nilai keekonomian temuan ini meningkat lebih dari 10 kali lipat dibandingkan dengan hasil pengawasan serupa pada tahun 2024.
Dari total 709 sarana yang diperiksa, sebanyak 340 sarana (48 persen) tidak memenuhi ketentuan. Sarana tersebut mencakup berbagai pihak, mulai dari pabrik, importir, badan usaha, pemilik merek, hingga distributor.
“Kami juga melakukan pengawasan di klinik kecantikan, salon, reseller, dan retail kosmetik,” ujarnya.
Sementara itu, untuk rincian sarana yang tidak memenuhi ketentuan di antaranya, industri kontrak produksi, 16 sarana mencapai 4,71 persen; importir kosmetik, 10 sarana hingga 2,94 persen; Badan Usaha Pemilik Notifikasi Kosmetik sebanyak 17 sarana atau 5 persen; pemilih merek kosmetik mencapai 12 sarana; klinik kecantikan 87 sarana; reseller kosmetik 62 sarana; distributor dan retail kosmetik 136 sarana.
BPOM juga merinci lima daerah dengan temuan produk kosmetik ilegal terbesar, yaitu Yogyakarta capai Rp11,2 miliar, Jakarta Rp10,3 miliar, Bogor Rp4,8 miliar, Palembang Rp1,7 miliar dan Makassar Rp1,3 miliar.*
Laporan Novia Suhari